Catatan Garing 20: Jangan Pacaran di Pesantren
Oleh DASAM SYAMSUDIN
Sunan Gunung Djati-“Kalian ini mau ngaji apa mau pacaran? Jawab!”
“Mau ngaji” kata santri
“Kalian ini mau cari ilmu apa cari pacar? Jawab!”
“Cari ilmu, tapi bonusnya dapat pacar”
“BUKKK!!!” santri yang mengatakan cari ilmu dapat bonus pacar, dihantam kamus al-Munawir oleh keamanan, menyebabkan ia ngejoprak, pingsan.
“Kalian ke pesantren karena Allah apa karena wanita? Jawab!”
“Karena Allah” jawab santri kompak.
“Kenapa punya pacar di pesantren? Jawab!”
“Anugerah dari Allah” kata seorang santri, sekenanya.
“ANUGERAH KAMU BILANG? ANUGERAH APANYA? GARA-GARA PACARAN ITU KAN, KAMU JADI SERING NULIS SURAT DIBANDING MENGHAFAL? JAWAB!” Itu keamanan berteriak keras di telinga si itu santri yang tadi ngomong sekenanya.
“JAWAB!!!!!!!” Keamanan semakin geram.
“ya…… gitu….” Santri tadi jawab sambil bergetar-getar tubuhnya.
“BUKKK!!! Apanya yang gitu” itu santri yang tadi ngomong, dihantam kamus al-Munawir bibirnya. Menyebabkan dia tumbang, dan beberapa tim kesehatan menggotongnya ke RGD (Ruang Gawat Darurat).
“Fitria, kenapa kamu pacaran di pesantren?...”
“Saya gak pacaran, kak keamanan…” jawab Fitria, datar.
“Bohong! Kami pacaran…” jawab Herman merasa dirinya gak diakui.
“BUKKK!!! Diam!” Herman kena hantam kamus.
“Fitri… kamu tega sama aku, kamu bohongin aku” Herman mengatakan itu sambil merangkak-rangkak di atas lantai, lalu pingsan akibat hantaman kamus tadi.
“Bentang Nur Nazmi Laila, kenapa kamu pacaran di pesantren?...”
“Saya emang sudah pacaran sejak SD, kak kemanan”
“Kenapa dilanjutkan sampai sekarang?”
“Sebab kami saling mencintai” Kata Tendi, memotong introgasi keamanan dengan Bentang.
“Eh, kamu gak tahu sopan santun, ya? Gak lihat saya sedang nanya Bentang. Kenapa kamu motong pembicaraan. Jawab!”
“Ya, maaf keamanan… ” kata Tendi sambil nangis sebelah mata.
“Staf Keamanan! Seret dia!!!” Staf keamanan langsung megang Tendi, lalu diseret ke luar masjid.
“Hukum saja yang berat, kalau bisa telanjangi lalu arak keliling kampong” kata seseorang.
“Siapa yang mengusulkan itu?...” kemanan bertanya dan melirik-lirik santri yang usul tadi.
“Saya keamanan…” kata Bentang, mengaku.
“kenapa berkata seperti itu?” Tanya keamanan.
“Sebab saya mencintainya, tapi dia selalu nyakitin saya… huk…huk…” jawab bentang sambil nangis, seolah sedang curhat.
“Udah, sabar ya…” kata keamanan sambil menyuruh Bentang duduk.
“Kok disuruh duduk? Bentang juga kan pacaran. Wah, keamanan gak adil ni” kata seorang santri sambil menggelengkan kepala.
“BUKK!!” santri tadi langsung dihantam kamus juga.
“BUKK!!” santri tadi membalas hantaman keamanan.
“BUK…BUK..BUK..BUKBUKBUKBUK!!!” Santri tadi dikeroyok keamanan. Dan tim kesehatan membawanya ke Ruang Sangat Gawat Darurat.
***
Jumlah santri yang kena jerat hukuman sebab pacaran itu ada 17 pasang. Dan semuanya disangsi, hukumannya sama rata. Yaitu disuruh putus. Santriwan dan santriwati yang berpacaran disuruh mengatakan kata-kata perpisahan dengan pasangannya masing-masing.
“Ayo! dimulai dari santriwan yang mengatakan kata-kata putusnya, dan santriawati yang memberi keputusannya” kata keamanan.
Hari Hamka, “Gina, maafkan Akang. Sepertinya sampai di sini hubungan kita. Kita putus, ya. Terimalah dengan lapang dada. Kelak kalau kita jodoh, kita akan bersatu kembali” Ucap hari, sambil menangis sebelah mata.
“……” Gina hanya diam saja. Dia menangis terisak-isak.
“Lanjut!” Suruh keamanan.
Rizal Fauzi, “Lis, kita putus saja, ya” Rizal bilangnya to the point.
“Emang dari dulu aku mau putus sama kamu!” Jawab Elis tak berperasaan.
“Lanjut!” suruh keamanan.
Sidik, “Sayangku Naila. Terpaksa aku harus memutuskan kamu, sayang. Maafkan ananda, oh Niala” Sidik memutuskan Naila seolah merayu.
“Eh, gombal. Emangnya siapa yang jadian” Jawab Naila.
Mendengar jata-kata itu, sidik terkulai lemas tak berdaya, dia pingsan.
“tim kesehatan gotong Sidik!... Yu, pasangan selanjutnya!” suruh keamanan.
Uden, “Dea, kita putus!”
Dea, “Baik!”
“Singkat padat dan pasti. Bagus. Lanjuuuut!” suruh keamanan sambil tersenyum.
Hendi, “Qowi, mungkin selama hubungan aku belum pernah mengatakan I love you. Sekarang saat terakhir, aku akan mengatakannya….”
Qowi, “Gak usah, aku sudah medapatkan kata cinta dari pria lain. Kamu terlambat mengatakannya” ucap Qowi memotong kata-kata Hendi.
Hendi mendengar itu, dank arena itu Hendi pingsan, tubuhnya kejang-kejang.
“Tim kesehatan, gotong dia. Pasangan berikutnya, lanjut!” suruh keamanan.
Saeful Anam, “Untuk Melan dan Maya, maaf sekarang kita bertiga harus berpisah. Kalian kedua pacarku yang sangat aku sayangi….”
Mesa, “Oh, jadi loe menduakan gue…” ucap Mesa sambil ngerebut pemukul sebesar jempol dari tangan kemanan. “dasar! Bajingan!” Ucap Mesa sambil menghantam bokong Eful dengan itu pemukul.
Maya, “Mesa, boleh aku pinjam pemukulnya” pinta Maya.
“Boleh” jawab Mesa sambil menyerahkan itu alat pemukul.
“Pria tengik, bau dan belagu” ….”BUKKK!!!” maya berkata sambil menghantam bokong Eful beberapa kali dengan itu pemukul.
“Kesehataaaaannnn… Gotong Eful!” suruh keamanan.
“Saya belum pingsan kak keamanan” kata Eful memotong.
“oh, belum pingsan”
“iya, belum, kak” jawab Eful.
“BUKKKK!!!!” suara hantaman kamus.
“Sekarang gotong dia” suruh keamanan.
***
“Santri, kalian jangan terlalu membuang-buang waktu dengan pacaran, ada waktunya untuk cari pasangan hidup. Jadilah santri yang baik, jangan jauh-jauh datang ke sini hanya untuk cari pacar. Wanita bisa di mana saja dicari. Tapi ilmu agama, sulit dan sempit” Ucap keamanan menasehati para santri yang sudah pada putus hubungan dengan pacarnya.
Catatan kaki:
kisah di atas tidak aku alami, aku tahu itu kisah dari temanku yang saat itu nelfon aku. Dia curhat kalau dia disuruh putus. Dia juga bilang, “Kak, kalau kakak ada di sini. Pasti kakak akan dihukum, dan hukumannya yang terberat”.
Kamis, 16 Juli 2009
Jangan
Diposting oleh
Sunan Gunung Djati
di
10.32
Label: Anekdot | Hotlinks: DiggIt! Del.icio.us
Guru
Flu; Sebagai Guru Kebijakan
Oleh CECEP HASANUDDIN
Sunan Gunung Djati-Sakit flu membut saya sulit untuk beraktivitas. Apalagi, sekarang saya sedang melaksanakan UAS. Padahal, dua hari yang lalu saya telah menghabiskan dua tablet obat flu. Itu pun atas saran sahabat saya. Sebenarnya, saya mau menghindari semua obat warung maupun obat apotek. Namun, daya saya tak sampai untuk menghindarinya.
Tekadang, saya ketika dilanda semacam flu, hal pertama yang saya lakukan adalah mengambil sapu tangan atau yang sejenisnya. Karena kalau tidak seperti itu, ketika saya batuk,bersin,maka segala kotoran akan keluar secara sembarangan. Bagi saya, flu membuat tidak nyaman dan bekerja pun menjadi kurang konsentrasi. Sedikit-sedikit, ketika air yang ada di hidung saya hendak keluar, maka saya sudah siap membuat tarikan kencang.”Srekk…srek..
Dengan seperti itu, saya agak sedikit nyaman. Karena berhasil melampiaskan sekaligus membuang jauh-jauh segumpal penyakit. Memang terlihat kurang sopan bagi sebagian orang, namun bagi saya, hal seperti itu adalah seperti kembali ke masa kecil. Tak apalah, hitung-hitung bernostalgia dengan masa lalu. Tapi, ingat, bukan berarti saya kekanak-kanakan. Tidak sama sekali. Sumpah!!
Itu semua saya lakukan atas dasar kesadaran pribadi, dan tidak membawa organisasi manapun atau pun dari partai tertentu. Sekali lagi tidak!! Karena jika saya tidak melakukan itu pun, saya tetap akan menuliskannya. Tentunya sebatas pengetahuan saya. Misalnya, Anda tidak bisa mengukur sejauh mana pengetahuan saya, maka Anda cukup berimajinasi tentang saya. Anda harus merasa yakin itu.
Flu memang sebuah problem. Problem ini akan berlanjut jika kita kurang perhatian terhadapnya. Apapun butuh perhatian di dunia ini. Tanpa perhatian, seorang Gadis yang lagi kasmaran, akan merasa hampa, dan akhirnya terputus tanpa status. Begitu pun dengan yang namanya flu, sangat butuh untaian perasaan dan sumbangsih, tentunya dari pihak yang terkena gejala flu.
Maaf sekali lagi, sudah saya katakan sebelumnya, bahwa dua hari yang lewat, saya sudah menelan dua pil Sanaflu. Tapi, flu yang ada, belum juga beranjak pergi. Saya hanya berbaik sangka saja,”oh..ternyata masih betah dengan saya, Dia belum mau pindah ke lain hati,”. Itu saja yang saya ucapkan. Tidak banyak. Bagi saya, lebih baik berkata sedikit dari pada berkata banyak tidak juga sembuh. Nah, selama dua hari itu, ibaratnya saya sedang terkena sindrom. Saya pun kurang mengerti apa itu makna sindrom. Ketika kata itu melintas di kepala saya, saya langsung menuliskannya. Karena kalau berlama-lama berpikir kata apa yang terbagus yang ingin saya tulis, maka sulit bagi saya meneruskan sebuah tulisan. Kalau tidak percaya, silakan coba!!
Kembali ke masalah yang sedang saya alami saat ini. Flu. Jangan sekali-kali menganggap enteng tentang flu. Sering orang selintas berkata,”Wah..hanya flu!”. Mudah sekali mengatakan seperti itu, mungkin saja, kebetulan orang itu, kurang menghayati apa yang sedang terjadi pada orang lain. Istilahnya, kurang begitu empati. Menghadapi tipe orang yang semacam ini, perlu kesabaran exstra. Saya pun kurang begitu yakin kalau anda, misalnya, kebetulan terkena flu kemudian ada salah satu teman anda ada yang mengatakan seperti di atas, lantas anda tidak tersinggung dengan ucapannya. Yang pasti, perasaan sakit hati itu ada.
Sekarang tingggal bagaimana kita menyikapinya. Apakah kita menganggapnya sebagai angin lalu saja, kemudian tanpa berpikir negatif untuk membalasnya. Atau malah kita memasang strategi jitu untuk membalasnya. Hingga anda merasa, dalam perasaan anda,”saya pun bisa menghina seperti itu!”. Akhirnya, kontrol emosi anda pun tidak terkendali lagi. Kata-kata yang ada di kebun binatang Ragunan pun diumbar bebas. Adu fisik terjadi. Anda salah, mereka pun kurang mengerti.
Memang sulit untuk bertindak bijak. Apalagi dalam keadaan yang sangat tertekan sekali pun. Perlu kontrol emosi, perlu berpikir dalam, tentang apa yang akan terjadi setelah kita bertindak. Ini hanya persoalan flu, belum yang lain. Padahal, kalau kita sadar, persoalan yang lebih berat sedang menunggu di luar sana. Mungkin ada baiknya jika saya mengutip sebuah mahfudzat yang mengajarkan kebijakan. Begini kira-kira dalam bahasa Indonesianya,”Berpikirlah sebelum anda bertindak”.
Kalimat itu memang diketahui sebagai pisau kebijakan. Kalimat itu pun tidak bermakna bijak, jika kita dalam segala tindakan kurang memperhatikan aspek berpikir jernih. Saya pun sungguh menyadari, persoalan apapun, seringan, dan seberat apapun, semuanya butuh proses. Proses yang baik, saya meyakini hasinya pun akan baik. Kita jadikan flu sebagai guru kebajikan dan kebijakan.
*) Penulis, mahasiswa BSA 2006
Diposting oleh
Sunan Gunung Djati
di
10.26
Label: Tips | Hotlinks: DiggIt! Del.icio.us
Sanyun
Sulitnya Budaya Santun
Oleh REZA SUKMA NUGRAHA
Sunan Gunung Djati-Minggu lalu saya menulis sebuah opini non-komersial alias surat pembaca. Beberapa hari kemudian, surat tersebut dimuat di Pikiran Rakyat edisi Jumat, 19 Juni 2009. Berikut isi suratnya.
***
Rakyat Tahu Mana yang Harus Dipilih
Musim kampanye pada pemilu di tingkat mana pun hanya memberi satu pelajaran penting bagi masyarakat Indonesia. Disebut sebagai sebuah pelajaran karena hanya satu hal itu yang paling diingat oleh masyarakat. Yaitu, saling menjual pencitraan masing-masing (kandidat maupun partainya). Pelajarannya, yakni jangan terlalu percaya pada orang lain! Walaupun, orang itu orang terhormat sekaliber calon presiden dan wakil presiden.
Maka sebetulnya, masyarakat tak kaget dengan peristiwa yang terjadi dalam kampanye pilpres ini. Saling klaim keberhasilan dan menyindir pasangan lain. Walaupun banyak literatur, pemberitaan, catatan, dan suara rakyat di berbagai media yang meminta keikhlasan para kandidat untuk tidak melakukan hal-hal (yang mereka tahu sendiri bahwa itu perbuatan) keji. Dengan saling menyerang, mulai dari para tim sukses hingga kandidat itu sendiri. Kemudian mengklaim keberhasilannya sendiri, mengobral janji-janji yang (terlihat) sulit untuk ditepati, dan lain-lain.
Oleh karena itu, saya sangat berharap Tuhan masih mau melindungi rakyat Indonesia. Di antaranya, dengan mengabulkan doa saya, yaitu agar mereka membaca surat ini dan menyadari perbuatannya lalu merealisasikannya. Kalau saja para kandidat dan tim suksesnya bersikap santun, apa adanya, jangan didramatisir, tidak agresif, tidak menyerang, tidak takabur dengan keberhasilan, rakyat tahu siapa sebenarnya yang layak dipilih.
Mohon, para politisi jangan mengelak dengan beretorika macam-macam tentang tulisan ini. Saya yakin, mayoritas rakyat Indonesia menyetujui apa yang saya katakan. Karena saya tahu tuntutan semacam ini sungguh sulit dilaksanakan. Kecuali atas kehendak Tuhan dan ada keajaiban.
***
Pada hari itu, koran PR pun menyebar di beberapa wilayah di Jawa Barat. Beberapa jam kemudian setelah koran PR tersebar, saya pun dapat short message service (sms) dari sms. Sms itu berisi cacian. Dugg! Saya agak terbata-bata membacanya.
Ini baru kali kedua saya mengirimkan surat pembaca. Surat pertama dulu tidak sampai memuat reaksi orang. Jadi, saya tidak tahu, apa ini kebiasaan berpolemik di surat pembaca, yaitu mengirimkan sms. Masalah sms sendiri, karena saya mencantumkan nomor handphone saya. Hal tersebut, saya kira sebagai sebuah etika menulis surat pembaca agar tidak dinilai surat kaleng dan tidak bertanggung jawab.
Kembali ke cacian. Hati saya tersentak setelah membaca kalimat-kalimatnya. Intinya ia tidak setuju kalau saya membingungkan perilaku capres di negeri ini karena di negeri orang seperti Amerika Serikat, hal seperti itu sudah biasa. Saya jadi berpikir keras, apa layak kebudayaan Barat (AS) harus disamakan dengan kebudayaan santun Timur (indonesia)?
Tapi beberapa menit kemudian, muncul sms lagi dari sebuah nomor. Setelah saya baca, sms itu juga berisi persetujuan dengan sikap saya. Saya pun agak terobati dengan sms tersebut. Kemudian ada sms lagi. Lagi. Lagi. Wah, ternyata banyak bermunculan sms dari para pembaca PR. Mereka membaca surat pembaca saya dan memberikan tanggapan. Sms itu juga berisi pujian, saran, dan juga cacian!
Satu sisi, ada kepuasan. Karena tulisan saya ternyata bisa menimbulkan polemik walaupun bukan berupa opini atau artikel “berbayar” lainnya. Ini cuma surat pembaca. Apalagi membaca tanggapan positif. Saya pikir manusiawi kalau kita merepon positif pada orang yang berlaku “baik” pada kita.
Di sisi lain, saya juga agak shock! Hal tersebut karena saya membaca tanggapan yang negatif bahkan cenderung berpendapat kasar. Bahkan ada yang membawa-bawa reputasi kampus dan cacian dengan kata-kata kasar, Hal ini juga manusiawi. Tapi saya sadar betul ini cuma ujian mental semata. Yang saya prihatinkan, ternyata di bawah para capres dan cawapres, masih banyak orang-orang yang tidak santun juga. Walah, benar yang saya tulis di akhir surat bahwa tuntutan semacam ini sulit dituruti, keculai atas kehendak Allah dan ada keajaiban.
Note :
Berikut sms yang masuk di inbox handphone saya.
Dari 081221554855
Tulisan Bodoh tdk berbobot, di AS aja debat saling serang dah biasa ini Politik bung jgn sok Tahu Sombong
Dari 085221205251
SY SETUJU DGN ANDA, SDR REZA! SY HARAP, ANDA & TMN2 ANDA BISA MENSOSIALISASIKAN PEMIKIRAN TSB KPD RAKYAT INDONESIA. TP BUKAN BERARTI GOLPUT KAN?! MENGAPA SY MEMINTA ANDA MENSOSIALISASIKAN PEMAHAMAN & PEMIKIRAN TSB, KRN TDK SMUA ORANG INDONESIA BISA MMBELI & MMBACA KORAN.
Dari 0818218677
Nak reza. sy bc tulisannya di pr hr ini. bagus dan mewakili hati nurani sy.
Dari 085220030222
Ass,,,sblm ny maaf kalo ganggu?td ak bc d srt pembc pr, truz ak liat reza kul d uin cibiru, blh tanya sesuatu ga? D uin tu adajursn sains biologi ga?dblz ya?
Dari 081572802009
Asslm, gw bc Opini km d PR tntng “rkyt taU mn yg hrs d Lih” yUpZ gw stuju bgt,”Lnjutkn”,,,nO 2
Dari 08122323901
Ass reza, sy setuju bgt dg pendapat antum, cuman tlg tak usah menggurui tak semua org pnya plhanspt antum ini sistem yg jelek kt cariyg plg sdkt mandharotnya
Dari 085624765845
Asw. Sy atun anesti mhsiswi pend. mtk Unpas. Mbaca srt pembca yg dtulis a reza, cukup menarik. Jd dr k 3 calon presidn nt ad ga yg sjalan dgn pndpt a ?
Dari 085220071149
Eh reza lo tak usah lebay sok bawa2 kampus segala d surat pembaca, eh lotau gak kampus lo tuh NORA,KAMPUNGAN,KRG PEMINAT!! Biaza aja kl jd orang!
Diposting oleh
Sunan Gunung Djati
di
10.22
Label: Tips | Hotlinks: DiggIt! Del.icio.us
Anak
Ajari Anak Senang Membaca Yang Positif
Oleh ALI NUR
Sunan Gunung Djati-Setiap malam, terutama setelah dinner saya selalu bertanya kepada anak saya tentang pelajaran yang dia terima dari gurunya di sekolah.
Kemarin, dengan bangga anak saya bercerita tentang pelajaran mendongeng dan bernyanyi yang sangat dia sukai di sekolah. Ketika saya tanya lagu dan dongeng apa yang sangat disukainya?
Tanpa ragu anak saya menjawab bahwa dongeng dan lagu yang disukainya adalah tentang si Kancil. Kemudian dengan lantangnya dia menyanyikan syair lagu yang terkenal itu.
Si Kancil Anak Nakal, Suka Mencuri Ketimun
Ayo Lekas Dikejar, Jangan diberi Ampun
Rupanya dari dulu sampai sekarang lagu dan cerita si Kancil masih saja menjadi favorit para guru di Indonesia untuk mengajarkannya kepada anak-anak.
Tak heran kalau ditanyakan kepada anak-anak Indonesia, mereka pasti tahu dan hapal lyric lagu karangan Ibu Sud tersebut.
Saya tidak tahu apakah lagu dan dongeng tentang si Kancil ini juga dikenal oleh anak-anak Melayu di Singapore atau Malaysia?
Anak-anak begitu bergembira ketika mendengar dongeng si Kancil yang bisa memperdaya petani dengan mencuri buah-buahan yang ada di kebun tanpa ketahuan oleh pemiliknya.
Sosok si Kancil dalam dongeng selalu dikisahkan sebagai binatang yang cerdik tetapi nakal dan licik yang selalu membuat petani marah karena sering dirugikan.
Sekilas, tidak ada yang aneh dan luar biasa dalam syair lagu dan dongeng si Kancil itu. Apalagi hanya diperdengarkan untuk menghibur anak-anak.
Tetapi kalau disimak dan ditelaah dengan serius, timbul keprihatinan dan pertanyaan yang cukup mengganggu dalam benak dan pikiran saya.
Karena dongeng dan lagu itu diajarkan kepada anak-anak, bukan mustahil secara tidak sadar lagu itu direkam di bawah sadar anak-anak Indonesia dan dicontoh untuk dipraktekan ketika dia tumbuh menjadi dewasa.
Kalau diperhatikan syair lagu popular diatas sahaja, paling tidak ada dua prilaku negative si Kancil yang berbahaya jika ditiru oleh anak ketika dewasa. Pertama, kelakuan nakal suka mencuri milik orang lain dan kedua sikap tidak mau memberi ampun (maaf) kepada orang yang pernah berbuat salah.
Jangan-jangan sikap selalu merasa diri paling benar, tidak toleran dan tidak mau memaafkan orang lain yang sering terjadi pada kelompok masyarakat tertentu sedikit banyak dipengaruhi oleh cerita-cerita dongeng negative yang diterima oleh anak-anak ketika kecil?
Bukankah sudah menjadi kebiasaan turun temurun orang tua sering mendongeng kepada anaknya ketika anak menjelang tidur (bed time story). Artinya, sebagai orang tua kita perlu berhati-hati dan selektif dalam memilih dongeng yang akan diceritakan kepada anak-anak menjelang tidur.
Rupanya kekhawatiran dan keprihatinan saya tentang pengaruh negative dongeng ketika anak-anak terhadap prilaku anak ketika dewasa sekarang mulai diperhatikan oleh para pendidik dan pendongeng.
Memangnya dongeng yang dilakukan orang tua sebelum anaknya tidur ataupun yang diajarkan guru di sekolah mempunyai banyak manfaat.
Selain berguna sebagai sarana menumbuhkan minat dan budaya senang membaca pada anak-anak, dongeng juga merupakan sarana efektif untuk menumbuhkan nilai kejujuran, keberanian dan nilai-nilai moral positif lainnya.
Sikap siap untuk menang dan siap kalah dan prilaku sportif tentunya bisa ditanamkan sejak anak-anak melalui dongeng. Jangan-jangan banyaknya para pemimpin yang tidak siap kalah dalam pilihan raya yang baru saja dilaksanakan di Indonesia, juga dipengaruhi oleh pengalaman dongeng negative yang diterimanya waktu kecil?
Sadar akan pentingnya dan perlunya terus membudayakan dongeng positif dan memotivasi minat membaca anak-anak, ada beberapa komunitas di Indonesia yang aktif mensosialisasikan kegiatan mendongeng ini.
Di Magelang Jawa Tengah misalkan, ada komunitas yang bernama Gandok Seni Pondok Tingal. Komunitas yang berada dekat candi Borobudur ini satu minggu sekali menyelenggarakan kegiatan mendongeng masal. Ratusan anak-anak di daerah itu dengan senang hati berbondong-bondong mengunjungi komunitas ini.
Karena tujuannya untuk menanamkan nilai-nilai posotif pada anak-anak, dongeng yang diperdengarkan adalah cerita tentang bagaimana menyayangi binatang, memelihara alam sekitaran, menghormati orang tua, menyayangi teman dan cerita dunia anak lainnya yang penuh dengan nilai-nilai moral.
Karena ditekankan hanya dongeng-dongeng yang mendidik yang diperdengarkan dalam komunitas itu, Ninik pengelola komunitas itu mengatakan: “ Yang jelas tidak boleh bercerita Kancil Mencuri Timun karena anak-anak tidak boleh diajari mencuri.”
Berbeda dengan di Magelang, seorang ibu di Bandung berinisiatif membentuk sebuah komunitas dengan nama Reading Bug.
Komunitas ini bertujuan untuk membantu anak menjadi senang membaca karena membaca merupakan salah satu kunci sukses anak di masa depan.
Roosie Setiawan, tokoh utama komunitas ini mengatakan bahwa kelompoknya ingin menularkan virus senang membaca kepada anak-anak dengan cara orang tua membacakan cerita di depan anak dengan suara keras.
Ide komunitas ini diilhami dari buku yang dikarang oleh Paul Jennings The Reading Bugs and How You Can Help Your Child to Catch It!) dan The Read-Aloud Handbook karya Jim Trelease.
Dua buku diatas berisi tentang perlunya orang tua menularkan minat membaca kepada anak-anak dan langkah-langkah praktis bagaimana bercerita yang baik. Kegiatan read aloud (membaca dengan suara keras) selain mentransfer cerita yang ada di buku kepada anak, juga secara tidak langsung merangsang anak untuk senang membaca. Hubungan cinta antara anak dan orang tua juga akan tercipta dengan kegiatan membaca seperti ini.
Kedua buku diatas mengilhami komunitas Reading Bug di Indonesia untuk berkempen agar para orang tua di Indonesia menyisihkan waktu minimal 20 minit setiap hari untuk membacakan cerita di depan anak-anak agar mereka senang membaca.
Meskipun komunitas ini belum lama berdiri, mereka aktif mengadakan training dan workshop untuk guru dan orang tua untuk berkampen tentang manfaat dan pentingnya bercerita dan membaca buku di depan anak.
Komunitas ini juga berusaha membagikan lebih dari 1000 buku karya Jim Trealese yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia bagi 1000 sekolah Taman Kanak-kanak di Indonesia. Tentunya ini bertujuan agar para guru bisa mentransfer cerita-cerita positif dan mengikuti petunjuk praktis yang ada dalam buku itu.
Nampaknya usaha dua komunitas, baik itu yang ada di Magelang maupun di Bandung perlu didukung oleh masyarakat dan pemerintah.
Masyarakat perlu mendukung kedua komunitas tersebut dan sadar akan pentingnya bercerita kepada anak-anak untuk menumbuhkan nilai-nilai moral sejak usia dini kepada anak-anak. Usaha yang dilakukan oleh dua komunitas itu perlu dicontoh oleh masyarakat di daerah lain.
Pemerintah juga perlu mendukung kampen dua komunitas ini. Selain bisa membantu lewat pemberian dukungan financial bagi dua komunitas ini, pemerintah bisa juga mengintruksikan para guru taman kanak-kanak dan guru sekolah dasar untuk ikut membantu kampen yang dilakukan oleh dua komunitas tersebut.
Jika inisiatif dua komunitas tersebut bisa menular keseluruh daerah di Indonesia, saya optimis bahwa anak-anak Indonesia akan tumbuh lebih baik dan memegang nilai-nilai moral yang berguna ketika mereka dewasa.
Mereka tidak hanya mengenal cerita si Kancil anak nakal yang begitu melekat pada pikiran anak-anak Indonesia saat ini. Lambat laun cerita yang kurang mendidik ini akan diganti oleh cerita kejujuran, sportifitas, siap kalah dan siap menang.
Mudah-mudahan dengan kampen dua komunitas di atas yang didukung oleh masyarakat dan pemerintah akan memunculkan generasi Indonesia yang senang membaca. Semoga membaca sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan dan informasi terus meningkat di Indonesia, karena erdasarkan data Badan Pusat Statistik, baru 23,5 peratus sahaja orang Indonesia yang menjadikan membaca sebagai cara mendapatkan informasi. Jumlah ini kalah jauh dibandingkan mereka yang menonton televisi (85,9 peratus) dan mendengarkan radio (40,3 peratus).
Diposting oleh
Sunan Gunung Djati
di
10.07
Label: Artikel | Hotlinks: DiggIt! Del.icio.us
Tuti
Carita Sunda BADRU TAMAM MIFKA
Parebut Tuti
Sunan Gunung Djati-Si Dano, sakolana di SMP Cikeruh-Sumedang, Budak Kang Baban, nyarita pangalamanna gelut ka kuring, dijieun carita we ku kuring, daripada weuh gadag di imah ngadon ngegelan panto...
Dano jeung Dacep rèk galungan, teu sirikna jiga nu rèk silih rebut pati. Elit politik mah di luhur silih dudut parebut korsi, oalah nu duaan malah rèk slih jenggut parebut Tuti. Enya Tuti pisan, Tuti Suryanti binti Ahmad Arjaki, èstuning wanoja geulis ting-ting nu jadi inceran ampir kabèh lalaki di lembur Cipati. Teu ukur barudak pamuda kamari, dalah aki-aki tujuh mulud gè najan teu nyirikeun teu welèh wè ulubiung milu kompetisi miharep ati Tuti.
Najan loba nu mikahayang ka Tuti, tapi nu meusmeus ranteng urat beuheung teu sirikna unggal poè agul diri kabungbulengan ku Tuti mah nu kadèngè téh ukur Dano jeung Dacep, dua pamuda lembur nu silih sigeung pada hayang meunangkeun cinta Tuti. Kapengpeongan. Kompetisi dimimitian ku paginding-ginding hareupeun Tuti. Dano ngabèlaan nginjeum duit meuli baju alus najan hasilna teu pisan-pisan ukur ginding kakampis. Pon kitu deui Dacep nu embung èlèh ginding najan adèan ku kuda beureum. Tahap kadua kompetisi jadi èkstrim: Gelut! Dano nangtang. Dacep embung disebut leutik burih.
Peuting ayeuna pisan, di kebon awi, dua pamuda tèh geus panas hatè. Salah sahiji kudu meunang tarung. Nu èlèh kudu ngajauhan Tuti. Pikeun Dano jeung Dacep, teu paduli teuing lalaki lian mah, da puguh teu ngagokan iwal jelema nu ngajanteng hareupeunnana. Dua pamuda tèh geus titatadi silih haok, ngawakwak tipopolotot, bet ngahaja silih bales pantun heula. Dano geus nembongkeun sihung. Dacep geus buringas. Dano nembongkeun potrèt Tuti ukuran poskar. Dacep gè embung eleh, manehna nembongkeun potrèt Tuti ukuran 10 R. Hate Dano ngagedur ngabebela kapanasan. Duanana ngahaja can darahar ti imah mula, puguhing kolot can nyangu. Duanana gè geus taki-taki, geus siap nadah serangan nu jadi musuh.
Serenteng dua pamuda téh buk-bek silih dudut bulu suku heula. Beletak Dano miheulaan neunggeulkeun peureup kana sirah Dacep. Solontod Dacep mundur gubay-gèboy, gedebut nambru luhureun ti munding. Tapi manèhna rikat nangtung deui. Serenteng narajang Dano. Buk sukuna nojos angen Dano. Goak Dano ngagoak, ngacleng nangkuban. Amarahna mingkin ngagugudag. Dano nyambat ngaran Tuti. Dano takbir. Gajleng muru Dacep, peletak ngèprèt ceuli katuhuna. Ngung karasa panas. Dacep ngocèak nyambat nini na.
Teu kungsi lila Dano ngajenggut. Dacep pungak-pingek puguh Dano sirahna botak. Antukna ngoèt. Teu poho nojos liang irung Dano ku cingir; haneut. Ahirna silih suntrungkeun. Gubrag dua pamuda tèh nangkarak. Dano rikat nangtung, pon kitu deui Dacep nangtung ku dua leungeunna. Dano taki-taki. Dacep masang kuda-kuda. Ngahègak.
Set Dano nyokot pèso tina sakuna. Pèso kater. Dacep teu riuk-riuk gimir diasongan peso tèh. Set manehna ge nyokot panakol bedug. Gajleng Dano ngasongkeun pèso, buk leungeunna di takol ku Dacep. Dano kèkèrèpèngan nyambat ucingna. Sabot kitu Dacep nèngkas suku lawanna. Duk! Dano jungkir balik, labuh bujur tiheula nenggar akar. Goak bisul Dano bucat. Gap Dacep nyekel leungeun Dano. Dacep marieuskeun leungenna. Puguh wè atuh leungeun Dano asa rengat. Pupuringisan. Embung èlèh, leungeun kèncana nyokot kai sapotong deukeut sukuna. Peletak Dacep ditakol. Leng dunya asa muter. Serenteng deui duaan silih tarajang. Buk peureup Dano meupeuh beungeut Dacep. Beletak siku Dacep nyiku tarang Dano. Bruk duaannana kapiuhan silih tangkeup. Euweuh nu èlèh. Euweuh nu meunang…
Saminggu tiharita, kompetisi pindah kana mistik. Ber Dacep neang pèlèt ka kulon. Pon kitu deui Dano nyiar pèlèt ka wètan. Lain pèlèt keur lauk. Tapi keur mèlèt Tuti. Dano guguru ka Abah Ebah. Dacep hiber ka Abah Omon. Dua bulan guguru asihan. Dano yakin pèlètna matih. Dacep ogè optimis. Dano makè jurus kiceup sakti. Dacep makè rumus seuri sakti. Duanana kudu makè jurus jeung rumus èta maksimal dua lengkah ti beungeut Tuti. Geus rèngsè guguru, duanana panggih deui. Silih agul pèlèt. Hayu wang buktikeun ka jinisna! Pakuat-kuat ajian. Saha nu matih bakal meunang asih Tuti.
Poè minggu jam salapan kompetisi dilaksanakeun. Dua pamuda tèh geus ti isuk-isuk naragog hareupeun imah Tuti. Jam satengah sapuluh targèt kaluar ti imahna. Ngajanteng sisi jalan jiga nu rèk megat mobil. Dano nyampeurkeun ti belah kulon. Dacep ti belah wètan. Dua lèngkah ti Tuti, dua pamuda tèh ngaluarkeun jurus. Biwir Dano katangen kunyam-kunyem:
nelengnengkung-nelengnengkung
sima mamah sima papah
kiceup aing kiceup giring
seblok seblak seblok seblak
pot nyepot pot nyepot
wawawaw wawawaw
ajrih asih hyap ampih
Puuh! Dano niup leungeunna, tuluy diusapkeun kana panonna. “Hyap, kadieu Tuti…” Dano ngagupayan bari keukeureuceuman. Dacep embung èlèh ajian. Biwirna katèmbong runyah-renyoh:
balatuktak balatungteng
godeg oma turalean
seuri nyari imut nurut
gurilap-gurilap mantap
tah sima jimat tumarima
tah tuma jimat nu marema
wak wek wok wak wek wok
Puah! Dacep miceun ciduh kana leungeunna. Lèdot diusapkeun kana biwirna. “Hyap kadieu Tuti…” Dacep ngagupayan bari sura-seuri. Kaciri aya rèmèh nyelap dina huntuna. Angin mingkin ngagelebug. Lieuk Tuti melong Dano. Lieuk Tuti melong Dacep. Lila teu ngomong. Sabot kitu. Tid! Tid! Tidid! Aya motor gede tur alus eureun hareupeun Tuti .
“Tuti nya?” pamuda nu luhureun motor nanya.
“Muhun.”
“Ameng Yu!”
Tuti unggeuk, tuluy nyampeurkeun. Gèk diuk luhureun motor. Geuleuyeung motor ngabiur ninggalkeun Dano jeung Dacep. Langit ceudeum. Dano jeung Dacep kapiuhan. Pingsan. Pèlèt Abah Ebah jeung Abah Omon èlèh ku pèlèt Jepang…
Diposting oleh
Sunan Gunung Djati
di
09.58
Label: Sastra | Hotlinks: DiggIt! Del.icio.us
Agama
Kebebasan “Tidak Beragama”?
Oleh SUKRON ABDILAH
Sunan Gunung Djati-Akhir-akhir ini saya dibuat gelisah dengan berita media massa. Tak tanggung-tanggung, berita itu mengusik saya untuk bertanya kepada pakar kebebasan beragama UIN Bandung, Ibn Ghifarie, bagaimana dengan masyarakat China. Katanya, di negeri “Tirai Bambu” itu agama tidak bebas. Ada tekanan, tindak represif dan diskriminasi pemerintah komunis bagi satu bumbu kehidupan: Agama.
Saya jadi berpikir, memang dunia ini terbalik. Di suatu negeri, Agama ditindas. Namun di lain negeri, Agama ada juga yang menjadi penindas. Untuk konteks China, katanya, Islam sudah berkembang selama 1300 tahun yang lampau. Bahkan ada juga yang menyebutkan Islam di sana sudah berkembang sejak masa Rasulullah Saw. Satu yang tak pernah saya tahu, bahwa umat Islam China sekitar puluhan juta orang. Sayangnya Islam di sana menjadi objek penindasan!
Di sini, di Indonesia berbeda; saudara kita, warga China mayoritas beragama non-Islam. Padahal, tanpa kita ketahui di negeri asalnya jumlah penganut Islam tak jauh berbeda dengan Negara kita. Perkembangannya juga lebih pesat ketimbang Islam kita dan lebih lama waktunya. Laksamana Cheng Ho adalah bukti kuat bahwa kejayaan Islam China pernah mengukir sejarah di bumi pertiwi ini.
Dari uraian saya yang agak formal ini, ada satu pelajaran yang mesti kita benamkan kuat-kuat di hati dan jiwa. Bahwa ketika suatu ajaran, ideologi, atau kredo Agama menjadi sedemikian fanatis dianut, lahirlah aksi yang mengarah pada tindak kekerasan. Seperti di Provinsi Xinjiang sana. Warga China yang berasal dari Suku Uighur, mayoritas muslim, sedang ditimpa kekejaman. Saya, misalnya, teriris hati ini ketika menyaksikan photo-photo korban pembantaian suku Uighur oleh suku Han yang dikirim via facebook oleh kawan saya.
“Astaghfirullah, persoalan politik kok menelan korban jiwa dari warga sekitar,” bisik saya.
Inilah ini, saya bilang. pembantaian yang tak berperikemanusiaan. Karena yang namanya pembantaian tentu saja tidak berperikemanusiaan. Inilah ini, saya bilang. kebebasan beragama yang terus ditutup agar tidak merongrong kekuasaan komunisme di China. Inilah ini, saya bilang. Ada perlawanan dari warga kalau pemerintah menjalankan roda pemerintahannya secara represif. Dan, terakhir; inilah ini, saya bilang. Seperti yang kita lakukan (umat Islam dan pemerintahan dulu) kepada para anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Inilah ini, saya bilang. Udah ah cape!
Nah, agar tidak terjadi seperti di China sana, saya kembali bertanya kepada Ibn Ghifarie, apakah harus ada juga gerakan “kebebasan tidak beragama”. Supaya komunisme atau atheisme dan pemeluk agama dapat hidup berdampingan. Bukankah kita, kebanyakan, dalam praktik kehidupan sering meniadakan Tuhan? Nah, itu juga atheis lho. Jadi di mana batas pemilah orang yang bertuhan dan tidak bertuhan? Beragama dan tidak beragama? Kalau kita dari sisi praktis melupakan terus-terusan Tuhan, Allah Swt. Tidak ada salahnya, kan, kalau mengkampanyekan: Kebebasan Tidak Beragama. Ini buat saudara kita yang merasa terbebani dengan kredo Agama yang katanya, njlimet, irasional, dan mistis.
Buat saya sendiri, masih tetap berpegang teguh pada jalur kampanye bikinan Ibn Ghifarie: Kebebasan Beragama. Kumaha tah Lur?!!! Hehehe
From “kamar sempit” 14 Juli 2009, Pukul 02.40-03.00 WIB
Diposting oleh
Sunan Gunung Djati
di
09.55
Label: Artikel | Hotlinks: DiggIt! Del.icio.us