Tragedi Sadya
Oleh BADRU TAMAM MIFKA
Kota yang sepi, setelah orang-orang letih berselisih. Mereka memilih bersembunyi, hanya karena sudah terlalu banyak yang pergi dan rasa takut sudah terlalu kuat mengalahkan segalanya. Tapi ada yang masih terpendam, seperti dendam.
Mereka meninggalkan rumah-rumah mereka sendiri, melakukan perjalanan yang jauh dan berpindah-pindah. Mereka dirikan tenda-tenda disetiap mata sungai, dan ketika malam tiba, mereka diam-diam mengintip di tirai tenda, melepas tatapan takut yang bersijingkat mendekati batas-batas tanah sendiri, siapa tahu seseorang akan menawarkan sebilah maut untuk dirinya hari ini…
Lama anak-anak tak lagi bebas menatap langit dan berkejaran dengan angin. Tak lagi kau lihat gadis-gadis manis tersenyum sepanjang jalan karena ayah mereka melarangnya dan berkali-kali mengatakan bahwa ia tak akan pernah setuju pada rasa kehilangan. Lalu dengan wajah yang pucat ibu mereka menciumi anak-anaknya. “Diamlah, diamlah disini dan berhentilah bernyanyi.” Mereka berpelukan satu sama lain, mengeluarkan air mata yang banyak dengan mulut yang tak lelah mengulang-ulang doa.
“Katakan Ayah, katakan kenapa kita harus berselisih?”
Selalu tak ada jawaban, Sayda, hingga malam datang. Ia tahu kini tak ada lagi yang mau mengantarkannya melewati batas kota untuk menikmati senyum kekasih. Maka iapun mengunci diri dalam kesendiriannya dan menulis surat untuk kekasihnya. Tapi, kata-kata sekalipun enggan untuk menampung segala kerinduannya pada sang kekasih. Sungguh terlalu susah untuk diungkapkan. Ia pun tak tahu kemana surat ini harus dialamatkan. Orang-orang telah berselisih dan meninggalkan kota yang dibiarkan terbakar. Mereka menghanguskan tanahnya sendiri. Mereka melenyapkan tanahnya sendiri.
Terasa berabad putaran waktu berputar dalam hitungan kerinduan. Sepi. Hanya sepucuk surat sang kekasih yang ia terima sebelum peperangan itu. Dicium wanginya berulangkali. Ditumpahkan air matanya berulangkali. Dibacanya berulangkali …
Sayda…
Kutitipkan sebuah doa tentang cinta padamu, kekasihku.
Bacalah jika kelak aku tak sengaja melupakanmu
Bacalah jika kelak aku diliputi api kemarahan padamu
Bacalah jika aku lelah menghimpun kesabaran
Bacalah jika kelak aku lebih dulu tidur
dalam pangkuan lembut kematian
Jarak ini, Sayda, jarak ini…
Tapi jangan bersedih jika cinta adalah kebenaran…
“Bagaimana aku bisa menahan kerinduan ini, kekasihku, jika menahan air mata saja aku tak mampu…” Sayda menatap langit malam. Ia tahu beribu orang telah mati sia-sia dalam setiap peperangan. Banyak orang meninggalkan rumah mereka dan pergi menaiki gunung-gunung yang sunyi. Tapi kenapa harus kalah jika kita punya hak untuk menang? Kenapa harus pergi jika kita punya hak untuk tinggal? Mereka berselisih karena sepetak tanah dan iman. Lalu mereka sama-sama membumihanguskannya. Kini mereka sama-sama meninggalkannya. Hidup berpindah-pindah, hanya menyeret dendam sepanjang jalan. Sebagian orang yang mencintai perdamaian malah diberi kebencian. Kenapa harus terjadi?
Katakan, kekasihku, katakan dimana kau berada.
Aku hanya ingin mencintaimu…
Bersambung…
Rabu, 02 Juli 2008
[+/-] |
Tragedi |
[+/-] |
Koment |
Bikin Komentar Ala Wordpress
Oleh SULTHONIE
Tapi yang ini model ngisi komentar dan tampilannya berbeda. Mirip-mirip kyk wordpress. Kolom komentarnya langsung di bawah artikel/postingan kita. Ingin tau ?
Langsung saja. Model komentar yang saya maksud, kita harus masuk dulu ke website Intense Debate dg alamat http://www.intensedebate.com/ klik saja alamat tsb. anda langsung menuju ke alamat itu.
Kelebihannya, kalau ada yang mengisi komen di blog kita, tidak perlu banyak prosedure, tinggal klik dan ngisi komentar.
Kelemahannya, ya itu ... karena bukan satu server dengan blog milik google, maka ketika kita membuka blog loading-nya rada lama dan berat....
Tentu saja ini tergantung pilihan dari masing-masing anda.
[+/-] |
Ayo |
Tua-Muda Ayo Pimpin Bangsa
Oleh SUKRON ABDILAH
Soal krisis kepemimpinan di Indonesia menyisakan pelbagai masalah krusial buat bangsa di masa mendatang. Salah satunya ketakmandirian dalam menentukan arah laju perekonomian bangsa yang saat ini morat-marit.
Ketiadaan modal keberanian untuk membebaskan bangsa dari infiltrasi pihak (korporasi) asing, menjadikan kekuatan bangsa ini mengecil sehingga terlilit utang yang mencekik rakyat.
Sekarang, kita memerlukan seorang pemimpin transformatif. Sosok pemimpin yang menjalankan tugas kepemimpinannya terus-terusan diisi semangat memperjuangkan perubahan. Maka, inti perubahan atau bangkitnya bangsa dari berjuta impitan, terletak pada eksisnya pemimpin transformatif yang melakukan upaya transformatif. Pemimpin yang mampu mengubah sisi sosial, ekonomi, politik dan budaya bangsa dari tidak baik hingga jadi lebih baik. Pemimpin seperti ini adalah sosok yang bisa mengubah bangsa ke arah yang lebih baik secara terarah, bertahap dan mengutamakan kepentingan rakyat.
....
Pemimpin itu, kata Jacob Sumardjo, bagaikan kepala dalam anggota tubuh. Kalau kepalanya tidak bersih, maka seluruh tubuh akan menjadi rentan terkena penyakit. Pemimpin juga, posisinya bagaikan air yang mengalir dari hulu ke hilir. Kalau dari hulu sudah sedemikian kotor berlimbah, dipastikan juga air yang ke hilir akan semakin kotor. Karenanya bisa dibayangkan jika para pemimpin kita tidak berbudi pekerti. Boleh jadi, laku amoral dalam segala sektor kehidupan akan dipraktikkan rakyat tanpa kecuali.
Pemimpin muda
Pembaharuan politik di Indonesia memang perlu digelorakan. Konflik di tubuh masyarakat bakal menggejala, apabila ketidakadilan yang diperoleh warga untuk hanya sekedar memeroleh haknya seperti mendapatkan kesejahteraan hidup tidak terpenuhi. Sebab, dengan merebaknya ketidakadilan dalam bentuk sulitnya memeroleh pelayanan publik seperti ketidakmudahan mengakses pendidikan, kesehatan dan sulitnya sisi perekonomian disinyalir dapat memercikkan konflik horizontal.
Sebagai contoh, mahalnya harga beras jika tidak segera ditanggulangi akan terus mengimpit kehidupan warga. Akibatnya, dengan tingkat stressor yang kuat, karena segala kebutuhan hidup sulit diperoleh, bangsa ini berpotensi menjadi masyarakat yang sakit jiwa. Jadi, jangan heran kalau perbedaan acap kali disikapi secara tidak bijaksana, sehingga memicu kekerasan.
Tidak bertanggungjawabnya pemimpin, terlihat dari kebijakan menaikkan harga BBM, yang tentunya berdampak terhadap kehidupan rakyat miskin. Atmosfir kepolitikan bangsa ini pun seakan mendung kelabu. Mengindikasikan ketiadaan pemimpin yang berpribadi tangguh. Kita – bangsa ini – posisinya pun bagai boneka barby yang digerakkan seorang anak kecil. Maka, gagasan pemimpin dari kaum muda adalah langkah pembaharuan (tajdid) di dunia politik praktis yang mesti diapresiasi.
Dengan hadirnya pemimpin muda, diharapkan bangsa ini bisa mandiri dan melepaskan cengkraman Negara kapitalis. Muda, tentunya identik dengan kesegaran, keberanian, jiwa membangkang, dan tidak tunduk secara penuh terhadap sesuatu hal. Tapi, muda juga diidentikkan sebagai orang yang tergesa-gesa, tidak hati-hati, ndak sabaran, dan sering meluap-luap amarahnya. Sementara itu tua, berbalik seratus delapan puluh derajat.
Kaum tua identik dengan kelayuan, pandai merajuk, kedamaian sikap, dan selalu melakukan konvergensi. Ia juga acapkali bertindak berdasarkan pemikiran yang matang, sehingga agak lamban mengambil keputusan. Maka, tak heran jika dari kalangan muda banyak yang tidak puas ketika ada persoalan bangsa yang lamban diselesaikan pemerintah. Jadi, tawaran pemimpin dari kaum tua-muda mesti dicetuskan.
Tua-Muda
Mengapa tua-muda saya tawarkan untuk memimpin negeri ini? Sebab, untuk memajukan Ind onesia , ke depan kita memerlukan semangat transformatif dari kalangan muda dan kehati-hatian yang bisa diberikan kaum tua. Pemimpin tua eksistensinya bagaikan “rem”. Yang muda posisinya seperti “gas”. Idealnya rem dan gas memang diperlukan oleh sebuah kendaraan.
Jadi, harus ada rem dan gas untuk mengarungi perjalanan ke suatu tempat. Pun demikian dalam menyetir Negara Indonesia . Perlu adanya rem dari kalangan tua. Dan, gas untuk mempercepat laju bangsa dari ketertinggalan, ternyata bisa diberikan oleh kaum muda. Jika ditilik secara seksama, kita sangat memerlukan kehadiran pemimpin muda yang mampu menghapus penjajahan dan perbudakan yang dilakukan bangsa sendiri dan bangsa luar yang menghisap kekayaan di tiap daerah dengan mendirikan korporasi yang tidak adil pembagiannya.
Maka, kaum muda sebagai ujung tombak bangsa, secara paradigmatis mesti digusur pada tataran praksis bahwa mengentaskan keberbagaian persoalan yang melingkari suatu daerah hingga dapat membebaskan diri dari pelbagai kungkungan struktural yang menyengsarakan adalah etika kepemimpinan di Indonesia . Apalagi jika kondisi bangsa ini tengah dirundung duka, kita harus membersihkan pemimpin dari tradisi kaum birokrasi yang dijibuni perilaku korup, dan nafsu mempertebal kantong sendiri atau kelompok tertentu.
[+/-] |
Bola |
Sepak Bola Tanpa Batas
Oleh ALINUR
Hampir satu bulan penuh yaitu dari tanggal 7-30 Juni 2008, jutaan peminat sepak bola diseluruh dunia dimanjakan dengan kejuaraan Piala Eropa yang diselenggarakan di Swiss dan Austria.
Mendengar kejuaraan yang digandrungi oleh para penonton fanatik sepakbola di dunia, saya teringat dengan sebuah buku yang ditulis oleh Anung Handoko berjudul ‘Sepak Bola Tanpa Batas’.
Buku itu berusaha menjelaskan tentang dinamika yang terjadi dikalangan suporter sepakbola Indonesia. Nilai-nilai solidaritas dan toleransi dalam kelompok suporter termasuk mengapa supporter fanatik terkadang berprilaku anarkis, diceritakan dalam buku ini.
Meskipun buku ini ditulis dalam konteks sepakbola di Indonesia, nampaknya pengertian ‘Sepak Bola Tanpa Batas’ berlaku bagi semua negara di dunia.
Sepak bola memang bisa menyihir jutaan manusia di dunia untuk menghilangkan sekat-sekat atau batas-batas, baik itu sekat territorial, geografis, suku, agama maupun kewarganegaraan.
Apapun agamanya, Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dan lainnya kalau dia sudah simpati dan menjadi fans berat David Beckham, maka kelompok fans ini akan bersatu dan mengeluk-elukan pemain Inggris ini sebagai idolanya.
Segala atribut yang berbau Beckham baik itu pakaian, model rambut atau atribut lainnya akan memepersatukan kelompok ini. Mereka tidak akan mempermasalahkan apa ras dan agama seorang Beckham.
Apapun warganegaranya, kalau dia sudah menjadi fans berat Inter Milan dari Italia atau Real Madrid dari Spanyol, maka ketika dua klub sepak bola ini bertanding mereka akan dengan senang hati mendukungnya. Termasuk rela ‘begadang’ (tidak tidur) hanya untuk menonton klub favoritnya bertanding.
Sepak bola juga telah melewati batas yang bukan hanya berarti untuk semata-mata kegiatan olah raga. Ia telah menjadi olah raga yang keberadaannya terkait dengan bisnis dan politik.
Bukan rahasia lagi bahwa banyak kalangan yang menjadi kaya raya karena sepak bola. Sepak bola telah menjadi mesin penghasil uang dan bisa mendatangkan devisa bagi sebuah negara.
Tidak hanya para pemain seperti David Backham, Christian Ronaldo, Ronaldinho dan pemain kelas dunia lainnya yang menjadi billionaire dan popular di dunia, tapi juga para pemilik club banyak mengandalkan bisnisnya dari sepak bola.
Konon, perekonomian Jerman, meningkat dengan adanya final piala dunia di negeri ini pada tahun 2006 lalu. Memang banyaknya penonton ’maniak bola’ dari seluruh penjuru dunia yang datang ke Jerman secara otomatis mendatangkan devisa bagi Jerman. Hunian hotel, tempat pariwisata dan tempat belanja di Jerman, tentunya secara otomatis akan diserbu oleh para pecinta bola ini, yang secara tidak langsung akan memberi keuntungan ekonomi bagi negara tersebut.
Pertanyaannya, mengapa sepak bola begitu digandrungi dan tidak mengenal batas? Banyak jawaban yang bisa diajukan atas pertanyaan tersebut, tetapi paling tidak empat jawaban dibawah ini bisa dijadikan rujukan.
Pertama, prasarana, dan alat yang sederhana dan murah nampaknya menjadi alasan utama mengapa olahraga ini sangat populer dan digemari.
Semua lapisan masyarakat bisa menjangkaunya. Hanya dengan sebuah bola murahan, anak-anak dengan mudah bisa memainkannya di gang-gang sempit diantara perumahan perumahan kumuh mulai dari Jakarta, Brasil sampai Ethiopia. Begitu juga dengan daya tarik bisnis yang mengitarinya, olah raga ini bisa digemari oleh orang-orang kaya berdompet tebal.
Kedua, perhatian media massa yang luas juga membuat olah raga ini begitu digandrungi. Tidak ada satu media pun di dunia baik yang lokal, regional maupun internasional yang terlewat mengulas sepakbola. Sebagai contohnya adalah hingar bingar ’Piala Eropa’ yang sedang berlangsung. Semua media baik itu media cetak, elektronik dan internet tak habis-habisnya mengulas bagaimana Belanda mampu menaklukan sang juara dunia Italia dengan score telak 3-0 dan Prancis dengan score 4-1.
Ketiga, jumlah penonton yang besar secara otomatis menjadikan peluang bisnis di bidang ini digandrungi oleh banyak orang. Dibandingkan dengan olah raga lain, nampaknya sepakbola bisa dikategorikan sebagai olahraga yang paling banyak ditonton oleh masyarakat dunia.
Keempat, sepakbola mampu mendorong berbagai karakter pemain untuk bersatu dalam satu klub tanpa melihat ras, asal pemain, warna kulit, agama dan status sosial lainnya. Adalah sangat jelas bahwa klub-klub sepakbola populer di dunia tiap tahun terus berburu para pemain berbakat tanpa menghiraukan apakah sang pemain berkulit hitam atau putih, beragama atau tidak beragama, berasal dari Afrika atau Eropa. Sebagai contoh klub besar Mancester United dari Inggris, diisi oleh pemain dengan latar belakang yang berbeda beda tapi kompak ketika bermain dan membawa nama klub.
Keempat alasan diatas menunjukkan bahwa pesona sepokbola bisa melewati batas lapangan sepak bola itu sendiri, bahkan bisa merambah ke wilayah agama.
Bagi Robert N. Bellah, seorang ahli sosiologi agama Amerika, misalkan, sepakbola bisa dipandang sebagai sebuah civil religion dalam arti olah raga ini mempunyai peraturan, ritual nilai dan pengikut fanatiknya seperti halnya agama. Tentunya agama dalam arti yang berbeda dengan nama agama yang dikenal masyarakat seperti Islam, Kristen, Hindu, Konghucu dan lain-lainnya.
Bahkan konon katanya di Brasil, sepakbola dipandang sebagai ‘agama’ kedua. Bagi masyarakat Brasil, jika ingin terkenal dan menjadi bintang yang kaya raya, maka jadilah seorang pemain sepakbola yang cerdik. Tak heran kalau Brasil merupakan satu-satunya negara yang pernah menjadi juara dunia selama lima kali dalam sejarah pertandingan sepakbola dunia. Begitu juga, para pemain sepakbola terkenal dunia muncul dari negeri ‘Samba’ ini seperti Pele, Romario, Bebeto, Ronaldo, Kaka, Ronaldinho dan lain-lainnya.
Terakhir, mudah-mudahan dengan gebyar Piala Eropa tahun ini, kita bisa mengambil hikmahnya terutama dalam menjunjung tinggi nilai-nilai ‘fair play’ dalam sepakbola seperti kejujuran, keadilan, toleransi, sportif dan kerjasama diantara pemain meskipun berbeda latar belakang, berbeda ras, suku dan agama.
Nilai-nilai sportifitas dan toleran yang diangkat dalam permainan sepakbola bisa diaplikasikan dalam lingkungan tempat bekerja dan lingkungan hidup bermasyarakat secara umum. Sepakbola memang merupakan olahraga yang bisa menembus batas-batas. Kita tunggu, siapa yang akan menjadi juara Piala Eropa dan bagaimana para pemain bola di kejuaraan ini menjunjung tinggi nilai-nilai sportifitas. Mudah-mudahan kejadian kurang sportif yang dilakukan Zinedine Zidane pada Final piala dunia 2006 yang menanduk Materazzi karena ‘provokasi’ pemain Italy tersebut tidak terjadi lagi di Piala Eropa.