Pergantian Tahun
Oleh Ahmad Sahidin
Tahun baru biasanya ditandai berakhirnya penanggalan. Ia berganti jadi yang baru. Sebuah masa yang belum dialami sebelumnya dan insya Allah disongsong. Setiap tanggal 1 Januari masyarakat dunia merayakan Tahun Baru Masehi.
Tak jarang sebagian umat Islam pun ikut. Hal ini dkarenakan ketidaktahuan bahwa Islam pun mempunyai sistem penanggalan tersendiri. Hijriyah nama kalender Islam, yang diambil dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad Rasulullah Saw beserta ummat Islam dari Makkah ke Madinah.
Sebagian ahli sejarah berpendapat, penanggalan dalam Islam dimulai sejak masa Umar bin Khattab menjadi khalifah. Tepatnya pada 638 M, yaitu 6 tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW, ia menetapkan kalender hijriah yang berdasarkan sistem lunar sebagai basic penanggalan Islam. Lahirnya penanggalan ini dilatarbelakangi adanya seorang utusan khalifah yang berkunjung ke Yaman. Ia mengkabarkan pada khalifah bahwa orang Yaman menuliskan tanggal dalam surat-suratnya. Maka sejak itu Umar bin Khattab memerintahkan pembuatan penanggalan. Riwayat yang lain mengatakan, seorang penguasa protes terhadap surat yang dikirim khalifah karena tidak jelas mana surat yang ditulis duluan mana yang belakangan—maklum tidak ada tanggalnya.
.
Harus diakui fungsi adanya kalender hijriyah ini. Selain untuk mengetahui kapan bulan puasa Ramadhan, melaksanakan haji atau kelahiran Nabi Muhammad SAW, juga untuk mengenal peristiwa-peristiwa bersejarah Islam lainnya.
Meski tak ada penjelasan sejarah, namun pemilihan 1 Muharram sebagai awal tahun hijriyah didasarkan atas keutamaan atau peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di bulan tersebut. Banyak kisah menceritakan bahwa di bulan ini, Allah menyelamatkan para Nabi dari marabahaya dan Allah melarang pertumpahan darah. Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surat At-Taubah ayat 36, bahwa sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah sebagaimana disebut di Kitabullah ada 12 bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, dan terdapat empat bulan di dalamnya merupakan bulan yang diharamkan, salah satunya bulan Muharram. Sebab bila dilihat dari bahasa, kata muharram berasal dari kata harrama—yang mengalami perubahan bentuk menjadi—yuharrimu-tahriiman-muharraman-muharrimun. Arti muharraman sendiri adalah yang diharamkan. Apa yang diharamkan? Jelas pertumpahan darah dan perang atau yang dapat menghilangkan jiwa manusia. Intinya, Muharram sebagai awal Tahun Baru Islam merupakan bulan untuk mensucikan diri melalui berbagai ibadah, baik ritual maupun sosial.
Tahun baru Islam tak hanya perpindahan tahun dan mengingat perjalanan panjang hijrah Rasulullah SAW beserta umatnya ke Madinah, tapi juga sebuah momentum perubahan diri. Alangkah ruginya apabila Tahun Baru ini tidak menjadi momentum perubahan. Bukankah Rasulullah SAW mengingatkan, barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia adalah orang yang beruntung. Inilah orang yang bahagia, yang tidak terlindas badai-badai zaman. Dengan bergantinya tahun, mari kita berbuat dan melakukan perubahan agar hidup bahagia dan lebih baik.
ahmad sahidin
mukasyafah@gmail.com
Kamis, 03 Januari 2008
[+/-] |
Baru |
Rabu, 02 Januari 2008
[+/-] |
Sejati |
Islam Sejati
Oleh Moeflich Hasbullah
Kata Islam selalu disifatkan, selalu disandingkan dengan sebuah sifat tertentu. Misalnya, Islam NU/tradisional, Islam Muhammadiyah/modern, Islam moderat, Islam inklusif, Islam fundamentalis, Islam radikal, Islam tekstual, Islam substantif, Islam liberal dan seterusnya.
Sifat-sifat ini ada yang ditempelkan sendiri karena disadari bersama oleh kelompok (Islam moderat, Islam inklusif, Islam liberal), dan ada yang dilabelkan pada sebuah kelompok tanpa kelompok tersebut memaksudkannya (Islam radikal, Islam fundamentalis, Islam tekstual).
Ketika Islam ditempeli atau diikuti sifat-sifat tersebut, saat itu terjadilah distorsi. Islam menjadi menyempit, mensub, membagian, mengkotak, mengekslusif, tidak lagi menyeluruh atau kaffah. Sebagai Islam yang sudah menyempit, maka ‘Islam sifat’ (adjective Islam) selalu mengelompok, selalu merupakan ekspresi sebuah komunitas.
Dalam realitas sosial, penyifatan itu tak terhindarkan untuk memperjelas identitas dan posisi keislaman seseorang. Anda tidak cukup hanya mengatakan pada seseorang “saya Islam” atau “saya Muslim,” atau “saya tidak beraliran,” dalam sebuah percakapan atau perkenalan. Selalu pengakuan itu akan diikuti oleh pertanyaan susulan, “aktif dimana?” atau, “kegiatannya apa?” atau, “kerja dimana?”
Ketika kita memberikan jawaban saat itulah pensifatan Islam atas diri kita terbentuk. Misalnya, “saya aktif di PMII” (NU/tradisional), “saya di litbang Muhammadiyah propinsi” (Muhammadiyah), “saya sekjen FPI” (Islam radikal), “saya sedang menggarap sesuatu bersama Ulil Abshar” (Islam liberal), “saya selalu membaca buku-bukunya Cak Nur” (Islam inklusif/pluralis).
Labeling ini tidak selalu akurat tapi memberikan informasi tentang afiliasi. Kegiatan seseorang menujukkan afiliasinya pada sesuatu. “Aktif di PMII” pasti orang NU, tidak mungkin aktifis Muhammadiyah atau HMI. Sekjen FPI tidak mungkin orang luar FPI atau orang netral. “Menggarap sesuatu bersama Ulil” tentu pendukung Islam liberal, dan pembaca setia pikiran Cak Nur tidak mungkin pendukung ide negara Islam, pasti pencinta pemikiran Islam inklusif-pluralis.
Dalam realitas sosial tidak ada Islam murni. Itu hanya fikiran dan keinginan kita. Ketika kita berkubang dalam realitas sosial maka kita akan ditempeli oleh identitas-identitas sosial yang ada, yang terbentuk atau dibentuk orang, sadar atau tidak sadar. Labeling identitas pada kita ditunjukkan ketika kita menyebut dimana aktifitas kita, dimana kerja kita, dimana komunitas tempat kita berekspresi. Yang real adalah aktifitas dan afiliasi kita dengan kelompok yang sudah baku atau belum.
Mana yang paling baik atau lebih benar diantara berbagai kelompok Islam sifat itu? Tidak ada. Posisi semuanya sama, paralel dan sejajar. Sebagai tafsir atau wacana semuanya adalah peripheral, distorsi. Sebagai kelompok semuanya adalah bagian, subsistem. Sebagai misi dan gerakan semuanya menyuarakan tafsirnya, kepentingannya dan kelompoknya. Sebagai perbedaan adalah konfigurasi, khazanah.
Islam sifat ini memiliki wilayah dan peran habitatnya masing-masing yang menjadi karakternya: sebagian berkiprah di medan tafsir, wacana, pemikiran (Islam moderat, Islam inklusif, Islam pluralis, Islam liberal), walaupun tidak steril dari gerakan aksi fisik. Sebagian lain bergerak di medan aksi, lapangan, fisik, konkret (Islam radikal, Islam fundamentalis), kendati memiliki gerakan intelektual.
Berdasarkan kecenderungannya, semua Islam sifat ini bersebrangan satu sama lain dan berada di dua kutub ekstrim yang berbeda: Islam radikal, fundamentalis dan tekstual berhadapan dengan Islam moderat, inklusif dan liberal. Islam tradisional berhadapan dengan Islam modern (terutama dalam ranah politik). Tapi, dalam merespon aksi-aksi Islam fundamentalis dan radikal, Islam tradisional dan modern ini berada satu kubu dengan Islam moderat, inklusif dan liberal. Semua Islam sifat ini memainkan peran yang sama: membentuk sub, memerankan bagian, memiliki garis batas, memainkan karakter kelompok, menghadirkan distorsi.
Siapa yang berada di tengah-tengah atau memerankan diri sebagai pemersatu umat? Tidak ada dan tidak akan pernah ada. Yang ditengah-tengah tidak mungkin dari kalangan Islam sendiri karena akan terjangkit subyektifisme. Mereka yang berada di tengah-tengah berarti harus melakukan salah satu dari dua ini: melepaskan atau tidak memiliki Islam sifat, atau melakukan semuanya sebagai sebuah kesempurnaan. Jawabannya jelas tidak mungkin. Yang mungkin memerankan pemersatu hanya dua: nabi atau negara. Tapi nabi tidak akan pernah ada lagi dan negara (baca Indonesia sebagai sebuah negara sekuler) tidak berkepentingan dengan persatuan umat Islam. Sebagai institusi sekuler, tugas negara adalah mengupayakan tegaknya hukum, keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat bagi semua warga negara.
Bila dari kalangan umat tidak mungkin karena unsur subyektifitas dan akan munculnya vested-interest, nabi tidak akan ada lagi dan negara tidak perlu diharapkan karena tidak berkepentingan dengan problem intern umat dan misi agama, lalu siapakah yang bisa menyatukan kelompok-kelompok dalam Islam atau mendamaikan Islam-islam sifat itu? Jawaban, sekali lagi, tidak ada. Tidak ada artinya tidak perlu ada. Tidak perlu ada artinya tidak perlu difikirkan. Tapi kan umat selalu digayuti gagasan dan cita-cita persatuan ini? Umat selalu dibayangi kehendak bersatu?
Dari dulu, salah satu problem terpenting umat adalah absesnya persatuan di kalangan umat Islam. Kalau ini tidak perlu, lalu apa yang harus dilakukan umat? Yang harus dilakukan umat adalah satu: membentuk Islam sifat yang baru, Islam yang paling benar yaitu Islam sejati.
Islam sejati ini bukan distorsi, bukan kelompok, bukan organisasi. Islam sejati kebenarannya mutlak dan pasti menjadi solusi bagi problem umat dewasa ini dan selamanya sampai akhir zaman. Islam sejati bukanlah Islam kaffah, bukan Islam lengkap, bukan Islam satu tafsir, bukan Islam satu kelompok. Mengkhayalkan itu semua adalah mimpi. Islam sejati adalah something beyond community! Sesuatu diatas kelompok, diatas perbedaan, diatas keragaman. Islam sejati adalah nilai dan sikap mental. Sikap mental penerimaan atas perbedaan, penghargaan atas peran kelompok lain, kesadaran atas keragaman dan penghindaran atas klaim kebenaran sendiri. Islam sejati adalah sikap mental saling merelatifkan pikiran bahwa seyakin apapun kebenaran yang difahaminya hanyalah sebuah tafsir, hanyalah sebuah sisi, sebuah sub.
Islam sejati adalah sikap saling menghargai dengan tulus bahwa apa yang dilakukan kelompok lain ada konteksnya tersendiri yang harus difahami, ada kebenarannya yang tersembunyi yang tidak harus selalu berhasil dirasionalisasi. Islam sejati adalah sikap mental yang tidak ada hujatan dan kebencian. Islam sejati adalah tafsir terus menerus mencari kebenaran dan kelompok yang terus berlomba dalam kebaikan (fastabiqul khairât), saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran (tawâshaubil haq wa tawâshaubil shabr). Islam sejati adalah semua individu, semua kelompok Islam, selama berhendak untuk menjadi Muslim sejati. Wallahu a’lam!![]
[+/-] |
Islam |
Refleksi Untuk Gerakan Islam
Oleh Andriyans ST
Bismillah…
Berawal dari sebuah diskusi yang diadakan oleh sebuah harokah islam di daerah utara kota bandung saya jadi ingin menuliskan beberapa hal terakit fenomena gerakan islam saat ini yang ada di kota kembang pada khususnya atau mungkin gerakan islam di indonesia pada umumnya.dari diskusi ke diskusi yang saya lewati dengan beberapa gerakn islam ada beberapa hal yang menggelitik jiwa saya,kok seperti ini gitu.diantara
Hal yang aling menggelitik saya adalah sesama gerakan islam yang sebenarnya memiliki tujuan yang sama,begitu kuat persaingannya di badingkan dengan kerja samanya,dari diskusi tadi malam dengan harokah islam begitu kuat nuansa kritik dan sedikit cela-mencela dari pola gerakan yang dilakukannya, mungkin hal ini juga bisa kita lihat dari diskusi di milis-milis, mungkin ini salah sati prototipe-nya.
Padahal menurut pandangan saya mengapa kita ( harokah islam ) begitu kuat nuansa persaingannya, nuansa “saling menjatuhkan” ,nuansa kritik mengkritiki antar gerakan islam begitu keras,mengapa sesama gerakan islam tidak mengkritisi kebijakan partai golkar yagn sudah jelas dosanya terhadap negara dan umat islam indonesia,kenapa tidak kemudian mengkritisi PDI-P yang sudah jelas bagian dari status-quo,kenapa gerakan islam harus saling gontok-gontokan, tidak kemudian bersatu mewujudkan cita-cita bersama,seakan- akan perbedaan antara gerakan islam itu begitu jomplang dibandingkan dengan persamaannya. harokah A mengharamkan aktivitas harokah B,harokah B mencela harokah A,dan harokah C malah mengkafirkan harokah A dan Harokah B. yng menurut pamahaman saya perbedaan antara harokah/gerkan islam itu hanya berkisar pada wilayah furu dalam agama ini bukan masalah ushul.hanya karena perbedaan itihad dalam politik lantas gerakan islam tidak mau bekerja sama untuk mewujudkan tegaknya syariat di bumi indonesia.kenapa begitu mudah mengkafirkan dan mengharamkan aktivitas politik sesama garakan islam?,kenapa gerakan islam mengkafirkan dan mengharamkan gerakan islam lainnya, tidak berkata bahwa yang mempunyai dasar gerakannya pancasila itu tidak kafir tidak haram tapi malah diam saja seolah - olah tidak melihat kekufuran dan keharaman atas aktivitas politik di GOLKAR yang jelas Paling Korup misalnya.
Satu hal yang membuat saya terheran,seharusnya sesama gerakan islam yang mempunyai cita-cita bersama untuk tegaknya syariat allah di bumi indonesia ini adalah saling menguatkan satu sama lain,saling bekerjasama bukan malah salah menjatuhkan, atau lebih parah lagi saling mengkafirkan dan saling mengharamkan. kapan akan tegaknya daulah islamiyah,khilafah islamiyah kalau syarat utamanya yakni wihdatul ummah itu belum tegak.sebuah harapan yang utopis menurut saya ketika kita mempunyai keinginan untuk tegaknya khilafah islamiyah jika kemudian sesame gerakan/harokah islam itu sendiri masih belum bersatu dan sinergis.
Satukan muslim sedunia !!!sehingga tegaknya aturan islam yang mulia
Salam persaudaraan
Andriyans (AA bandoenxs)
Minggu, 30 Desember 2007
[+/-] |
Indo |
Merajut Benang Kusut Indonesia
Oleh Yusuf Wibisono
Kontroversi tentang membangun Indonesia ke depan adalah topik yang menarik belakangan ini. Banyak kalangan mulai dari politisi sampai para pakar pembangunan yang berpolemik tentang dari mana starting-pointnya untuk membangunan bangsa ini.
Apakah bertolak dari stabilitas yang menuju social order (ketertiban sosial) atau dari pertumbuhan ekonomi yang akan mendongkrak kesejahteran masyarakat keseluruhan. Atau bahkan kedua alternatif itu dijalankan secara beriringan dan sekaligus untuk memperkecil "ongkos sosial" yang akan dihadapi oleh seluruh komponen bangsa Indonesia.
Carut-marutnya bangsa Indonesia belakangan ini, dikarenakan kompleksitas permasalahan yang tak kunjung reda, malahan semakin menumpuknya "pekerjaan rumah" yang tidak mudah untuk diselesaikan. Mulai dari aspek fluktuatif kebijakan ekonomi yang acak, sampai pada penegakkan hukum yang tidak berorientasi pada keadilan sosial yang hakiki. Di tambah lagi, problematika konflik horisontal yang hampir menyentuh pada sensifitas disintegrasi bangsa belum terselesaikan dengan tuntas. Semua itu to be or not tobe tidak terlepas dari semangat sense of responsibility pemerintah dan para wakil rakyat sebagai penyelenggara negara.
Dirasakan oleh sebagian pihak, bahwa nation-building belakangan ini tidak lebih baik ketika masa Orde Baru (Orba). Pernyataan ini bukan berarti keberpihakan terhadap model pembangunan masa lalu, tetapi lebih pada semangat kritisisme yang berkembang di tengah-tengah masyarakat semakin marak. Memang, sebagaian masyarakat memahami, bahwa membangun bangsa yang sudah hampir menyentuh pada titik nadir ini tidak semudah membalik tangan, seperti tidak mudahnya merajut benang yang sudah kusut. Akan tetapi tidak serta merta penyelenggara negara hanya mengandalkan retorika politik benang kusut untuk menyelesaikan problematika bangsa ini. Sebab, tanpa motivasi yang berorientasi pada semangat berkeadilan, tidak akan mudah mencapai target sebagai bangsa yang beradab.
Pencarian solusi akar masalah kebangsaan, sejatinya tidak cukup hanya dengan polemik dari mana dulu starting pointnya, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah need assessment (penelesuran kebutuhan) pada masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini peran para wakil rakyat,semestinya dapat memberikan ruang dialogis yang produktif kepada seluruh masyarakat. Memang, selama ini interaksi antara wakil rakyat dengan rakyatnya dirasakan cukup intensif. Hanya saja, pengaruh dari interaksi itu kurang memberikan dampak yang signifikan terhadap proggresifitas perubahan masyarakat. Indikasi ini nampak pada persoalan-persoalan di akar rumput (rakyat) yang seringkali kurang tersentuh oleh kebijakan makro penyelenggara negara. Sehingga ungkapan "sumir" yang terlontar, bahwa nation building bangsa ini tidak berpihak ke akar rumput (rakyat), tetapi hanya pada kepentingan para politisi dan pengusaha kelas kakap, menjadi realitas yang tak terbantahkan.
Oleh karena itu, pemberdayaan secara maksimal dan motivasi yang sungguh-sungguh para penyelenggara negara untuk memperbaiki persoalan-persoalan kebangsaan menjadi keharusan mutlak. Tanpa ada motivasi itu, sulit diharapkan masalah bangsa yang multi kompleks ini akan terselesaikan. Bahkan akan bertambah lagi urusan bangsa ini dengan masalah mental para penyelenggara negara itu sendiri. Kalau terjadi demikian, tinggal menunggu kristalisasi krisis kepercayaan dari rakyat kepada seluruh aparatur negara. Kondisi yang demikian ini pada gilirannya, akan memicu munculnys disharmonisasi, instabilitas dan disintegrasi sosial yang tajam.
Untuk menghindar dari kondisi yang demikian itu -- selain dari motivasi -- diperlukan keterlibatan semua komponen bangsa yang peduli untuk memperbaiki kondisi bangsa ini dengan serius. Yang paling penting dari semua itu adalah, bagaimana semua komponen bangsa -- tanpa pandang golongan, partai politik atau bahkan agama -- dilibatkan untuk merumuskan problem solving kebangsaan secara konprehensif dan holistik. Meski dalam proses perjalanannya, kadangkala menemui hambatan-hambatan psikologis, karena berbeda latar belakang ideologis atau apapun namanya. Tetapi untuk kepentingan yang lebih besar, semestinya semua komponen bangsa itu dapat memperkecil ego in-group nya. Dengan begitu, semangat mambangun bangsa bukan didominasi oleh kelompok tertentu, akan tetapi semua ikut bertanggungjawab dan sekaligus menikmati. Tanpa semangat kebersamaan, sampai kapanpun bangsa ini sulit melakukan perubahan ke arah yang lebih maju (progress) sesuai dengan yang dicita-citakan.
[+/-] |
Ngeblog |
Rapih-Rapih Blog Yu..!!
Oleh Sukron Abdillah
Judul : Pernak-Pernik Blog; Cantik, Atraktif dan Fungsional
Penulis : Fany Ariasari
Penerbit : Mediakita, Jakarta
Cetakan : Kedua, 2007
KEMAJUAN teknologi informasi dan komunikasi sejak beberapa tahun ke belakang, ternyata menyebabkan “demam blog” pada masyarakat “melek internet” di seluruh dunia. Tak terkecuali dengan (sebagian) masyarakat Indonesia.
Komunitas blogger di negeri ini pun menampakkan perkembangan yang pesat. Blog, yang sebelumnya hanya merupakan buku online diary, sekarang populer sebagai media untuk berbagi apa pun. Maka, sejatinya eksistensi weblog tidak sekadar trend sesaat saja.
Saat ini, blog bisa dikelola siapa pun. Baik masyarakat “melek teknologi”, maupun masyarakat awam teknologi, karena sistem penggunaan blog yang semakin mudah. Dalam bahasa lain, setiap orang yang gaptek sekalipun akan dengan mudah memiliki blog. Dalam buku yang ditulis Fany Ariasari atau Faniez (nama blogger), kita akan dibawa untuk mengelola weblog secantik, seatraktif dan sefungsional mungkin. Tentunya dibarengi dengan simulasi menerapkan pernak-pernik dan asesori dalam pelbagai layanan blog seperti Blogspot/Blogger, Wordpress, Blogsome, dan Blogdrive.
Kita akan dipandu oleh Fany Ariasari menerapkan berbagai macam pernak-pernik dan asesori blog dari awal sampai pada soal instalasi ke template blog. Selain itu, di dalam buku ini dilengkapi juga oleh ilustrasi gambar layanan blog, sehingga mempermudah blogger pemula untuk mengelola secara bertahap weblog kesayangannya.
Menghilangkan kebosanan
Kadang kita merasa bosan ketika tampilan weblog tidak dipenuhi asesoris apa pun. Hanya teks-teks tulisan artikel saja yang terpampang, hingga terkesan tidak ramai dan tidak menarik. Tidak ada keindahan ketika pengunjung membaca artikel yang dipampang di weblog kita. Bosankah kita ketika mengklik dan melihat desain halaman blog yang telah lama kita jadikan semacam buku diary itu? Secara pribadi saya bosan dan iri ketika melihat desain halaman weblog orang lain sangat atraktif dan kaya akan aksesoris. Ada jam dinding, gravatar, shoutbox, status Yahoo Messenger, perakiraan cuaca kota, banner atau logo dan lain-lain.
Buku ini hadir untuk memandu kita meamnfaatkan berbagai macam asesori blog, yang secara gratis bisa kita peroleh di situs-situs internet. Alhasil, kita akan mampu mendesain secara bertahap template (pola desain) blog yang baru seumur jagung dikelola. Buku ini menyajikan juga panduan praktis dalam membongkar dan memodifikasi template blog. Tentunya dengan terlebih dulu menyajikan karakteristik dan anatomi suatu template blog dari layanan blog gratis Blogspot/Blogger, Wordpress, Blogsome, dan Blogdrive.
Hal itu sangat bermanfaat untuk blogger pemula yang baru saja mengenal weblog – seperti saya – agar tidak saoprek-oprekna. Sebab, selama ini, dalam mengelola weblog gratisan di Blogspot dan Wordpress, saya belajar mandiri setelah bertanya kepada orang yang lebih ahli dalam mengelola blog. Tak heran jika kadang-kadang ketika telah berhasil menerapkan banner atau logo sebuah link (tautan) pada blog, suatu hari saya “gelagapan” lupa lagi bagaimana menguploadnya. Itu terjadi karena tidak ada panduan buku yang bersifat fisik, yang bisa saya baca dan pelajari di mana pun dan kapan pun. Meskipun ada mesin pencari (search engine) google, untuk mempelajari tata-cara mengelola weblog, tapi dengan akses internet yang mahal dan lambat, kehadiran buku panduan mempercantik blog ini merupakan alternatif untuk mempelajari pengelolaan blog secara intensif.
Oleh karena itu, buku yang diterbitkan Mediakita ini, setelah sebelumnya menerbitkan buku bertajuk: “Panduan Praktis Mengelola Blog”, memang penting dimiliki blogger pemula, baik dari kalangan masyarakat awam ataupun warga “melek internet” yang baru ngeh mengupload pemikirannya melalui dunia hiper-teks dan hiper-lokal ini. Apalagi bagi kalangan mahasiswa, yang lebih dekat dengan tradisi intelektualisme; memiliki weblog adalah semacam ejawantah dari eksistensinya sebagai mahasiswa.
Media alternatif
Keberadaan layanan blog gratis (seperti Blogspot, Wordpress, Blogsome, Blogdrive, Multiply, dsb) merupakan media alternatif ketika ide-gagasan kita tidak dilirik oleh media (mainstream) cetak. Dengan memiliki blog, ide-gagasan dalam bentuk artikel masih bisa dikonsumsi, dibaca, dan dihargai oleh para pembaca secara interaktif dan cepat. Selain itu, kita akan puas secara eksistensial ketika tulisan yang berisi ide-gagasan tentang sesuatu hal itu terpampang di dunia maya.
Bagi mahasiswa, dosen, pelajar, dan masyarakat umum yang memiliki weblog pada sebuah alamat domain gratisan; mengelola, menghadirkan, dan melengkapi online diary book dengan content tulisan, serta desain halaman yang cantik, atraktif dan fungsional adalah kemestian. Meskipun tidak setiap orang menyukai weblog yang dihiasi aneka asesoris, saya rasa buku ini masih penting dimiliki. Siapa tahu di masa mendatang, akan lahir era baru yang lebih menguntungkan secara finansial, kultural, dan spiritual bagi para blogger di Indonesia.
Sebab sebagai web sosial, blog gratisan merupakan ekspresi asli dari masyarakat, bukan ekspresi pemilik saham atau redaktur di sebuah perusahaan media cetak yang cenderung mengendalikan persepsi masyarakat dengan berita yang diselubungi ideologi. Ke depan, mungkin saja blogger Indonesia bisa menggantikan peran wartawan media cetak dalam memberikan opini kepada publik. Dan, untuk menarik perhatian masyarakat “melek internet” yang pada tahun 2015 ditargetkan mencapai 50 persen, tak salah rasanya jika weblog kita dihiasi aneka asesoris dan desain halaman yang bisa menghilangkan kejenuhan kala mendownload content yang terpampang di blog kita.
Meskipun gratisan, tapi tampilan weblog kita tidak segratis yang dikira. Begitulah kira-kira kenapa buku berjudul: Pernak-Pernik Blog; Cantik, Atraktif dan Fungsional ini hadir ke hadapan pembaca yang hendak mengubah diri menjadi penulis sekaligus pembaca di dunia cyberspace. Selamat ber-blog ria!***