Mencari The True Leader (1)
Oleh ANDRIYANS
“seorang pemimpin sejati adalah orang yang memimpin bukan karena syafaat (kronisme). Maka barang siapa yang memimpin karena syafa’at. Maka ia pun akan di turunkan dengan syafa’at. Tetapi pemimpin sejati adalah yang lahir dari pembinaan dan penderitaan. Maka barang siapa yang permulaannya tidak membakar, maka akhirnyapun tidak akan cemerlang “
menyelami problematika indonesia yang begitu kompleks di perlukan sebuah pemahaman yang mendalam akan kondisi bangsa ini. pencarian mendalam akan sebuah permasalahan dan mengurainya secara detail menjadi hal utama agar permasalahan indonesia ini terselesaikan.
Meskipun kita semua sangat paham akan kondisi bangsa ini dengan setumpuk permasalahan. namun ada hal yang sangat mendasar bagi saya secara pribadi melihat problem bangsa ini. problem yang mendasar negeri ini terletak pada permasalahan kepemimpinan yang tidak bisa membawa negeri ini keluar dari permasalahannya.
pada kesempatan ini yang tidak hendak mencela kegelapan,namun lebih lebih baik kita menyalakan lilin agar kegelapan itu sirna. dalam bukunya “Menyiapkan Momentum” karyanya Rijalul Imam dalam bagian Tafsir Muslim Negarawan di katakan. bahwa kepemimpinanlah menjadi tolak ukur akan keluar ataukah tidaknya Indonesia pulih dari krisis. karena jika perhatian terhadap aspek kepemipinan ini di abaikan maka dapat di prediksikan bangsa ini akan berjalan sendiri-sendiri dan bubar sebagai negara kesatuan. namun sosok pemimpinan seperti apakah yang bisa menyelamatkan bangsa ini dari krisis multi demensi? itulah kira-kira yang ingin saya berbagi pada kesempatan hari ini.
islam sebagai agama sekaligus ideologi telah berbicara banyak masalah konsepsi kepemimpinan baik secara tekstual maupun kontekstual. Kepemimpinan atau dalam bahasa arab di sebut dengan Qiyadah memiliki pegertian sebagai berikut.: Qiyadah adalah : suluk ( perilaku ) yang di miliki seseorang di tengah interaksinya dengan individu-individu jamaah. Ia bersifat amaliyah sulukiyah dan interaksi jama’I dimana di dalamnya ada aktifitas yang terarah dan berpengaruh, di samping ia bersifat focus dan kuat. Ada beberapa unsure-unsur pokok dalam persepsi islam mengenai qiyadah dalam pengertian diatas yaitu :
1. individu yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan islami, dimana ia mampu memimpin suatu kelompok,serta islam yang menjadi dasar pijakan kepemimpinannya
2. individu itu mampu mempengaruhi perilaku-perilaku individu yang lainnya dengan cara islami dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan yang telah di rumuskan
kemudian daripada itu perlu kita pahami sejak awal bahwa kepemimpinan dalam persepsi islam bukanlah harta rampasan perang yang bisa di nikmati oleh pemimpin dan bersenang-senang dengan segala pujian dan sanjungan tetapi ia ( kepemimpinan ) adalah beban dan ketundukan. Karena menurut persepsi islam bahwa kepemimpinan itu adalah beban yang harus di pertanggung jawabkan bukan sesuatu yang menyenangkan dan kita bersenang-senang dalam kempimpinan. Selain daripada itu kepemimpinan di katakan sebagai suatu ketundukan terhadap hukum dan tanggung jawab terhadap orang yang di pimpinannya untuk kemudian melayani yang di pimpinnya. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini saya ingin kemudian klarifikasi pemahaman kepemimpinan ,yang sebagian besar orang memahami kepemimpinan sebagai sesuatu puncak kesenangan dimana kita bisa melakukan sekehendak kita atau merealisasikan keinginan – keinginan kita. Akan tetapi sekali lagi inti dari kepemimpinan adalah beban ( tanggung jawab ) dan ketundukan kita terhadap aturan ilahiyah dan orang-orang yang kita pimpin.
Seorang Pemimpin sejati adalah orang yang kemudian mampu membawa orang-orang di belakangnya menuju pada perubahan dan kemajuan.
Model-model kepemimpinan dalam Islam
Setiap pemimpin sudah barang tentu memiliki karakteristik dan kelebihan masing-masing dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Al-Quran sebagai panduan dan petunjuk kaum muslimin banyak menceritakan model kepemimpinan di masa lalu yang sukses membawa umat manusia dalam puncak peradabannya. Diantara model – model kepemimpinannya adalah sebagai berikut :
1. Model Kepemimpinan Militeristik
Model pemeritahan militer ini banyak sekali di anut oleh banyak negeri di dunia, apalagi negeri yang sedang di timpa konflik. Pemimpin yang mempunyai kekuatan Fisik yang tangguh dan kekuatan mentalitas yang handal sangat di perlukan dalam kondisi ini. Tipe pemerintahan ini sangat cocok di terapkan di Negara yang sedang perang. Di butuhkan pemimpin yang tegas. Kelebihan kepemimpinan model seperti ini telah allah agmbarkan dalam al-quran surat Al-Baqarah ayat 247 :
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.”.
2. Model Kepemimpinan Akademisi
Model kepemimpinan seorang akademisi mempunyai peranan tersendiri dalam kepemimpinan sebuah Negara. Di Negara kita pun pernah di pimpin oleh seorang akademisi yaitu B.J Habibie. Dan model kepemimpinan ini telah AL-Quran Jelaskan dalam surat Yusuf ayat : 55 : “Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.”
Nabi Yusuf menjadi sorang pemimpin di tengah kerajaan mesir di karenakan Nabi Yusuf mempunyai keunggulan untuk mengelola keuangan mesir pada waktu itu yang sedang mengalami masa paceklik.
3. Model Kepemimpinan Civil
Model kepemimpinan Civil memiliki tempat yang cukup signifikan dalam kancah perebutan kepemimpinan di sebuah negeri. Model seperti ini akan kita temukan dalam kisah nabi Musa As. Yang menjadi orang yang mampu pemimpin rakyat bani Israel yang berjuang melawan Tirani Firaun pada waktu itu. Nabi Musa mampu memobilisasi Kaumnya untuk kemudian melawan pemimpin mesir pada waktu itu. Walaupun tidak sedikit dari kaumnya yang kemudian mengkhianati nabi Musa. Nabi musa dengan kaumnya berjuang untuk kemudian bias keluar dari mesir untuk kemudian menyelamatkan kaumnya dari Firaun. Nabi musa dianugerahi risalah kenabian ketika masih muda pada waktu itu.
“Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” ( QS-Al-Qashash ayat 14 ).
Kamis, 03 April 2008
[+/-] |
Mencari |
[+/-] |
Kala |
Kala Blogger ‘Tersandung’ UU ITE
Oleh IBN GHIFARIE
Di saat masyarakat Indonesia mulai melek internet. Apalagi pasca Pesta Blogger 2007 (27 Oktober 2007) komunitas blogger pun bermunculan di pelbagai daerah.
Kini, para penikmat sekaligus pemerhati media alternativ itu harus sedikit resah. Pasalnya, kemunculan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) (klik link untuk membaca UU ITE) berakibat negatif terhadap para blogger dan hacker.
Blogger dan Hacker Negatif
Betapak tidak, Roy Surya selaku pakar telematika menuturkan “Meski demikian, ia mengingatkan bahwa meski telah memiliki undang-undang, yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan ada perlawanan dari para ’blogger’ dan ’hacker’ yang biasanya akan mengganggu sistem pemblokiran tersebut.” Seperti yang dilansir Kompas.
“Saya yakin para blogger dan hacker pasti akan melakukan serangan terhadap sistem itu. Tetapi, kemungkinan ancaman tersebut bukan berarti melemahkan niat pemerintah,” cetusnya.
Yang lebih mengeriakn lagi, Ia mengurai “Kelompok blogger dan hacker yang selalu bertindak negatif adalah pelakunya. Hal ini membuktikan, yang namanya blogger dan hacker Indonesia belum bisa mencerminkan citra positif” tegasnya kepada detikINET, Kamis (27/3).
Hacker atau Cracker
Bila mencermati pernyataan sikap orang nomer satu dalam bidang telematika itu, tentunya ada yang ganjil terhadap penamaan hacker. Pasalnya, di mata Romi Satria Wahono menuturkan ada perbedaan mendasar antara hacer dan cracker.
Tengok saja, tulisanya ‘Meluruskan Salah Kaprah Tentang Hacker’
hacker membangun banyak hal dan cracker merusaknya“. Hacker sejati adalah seorang programmer yang baik. Sesuatu yang sangat bodoh apabila ada orang atau kelompok yang mengklaim dirinya hacker tapi sama sekali tidak mengerti bagaimana membuat program. Sifat penting seorang hacker adalah senang berbagi, bukan berbagi tool exploit, tapi berbagi ilmu pengetahuan.
Pendek kata, Hacker sejati merupakan seorang penulis yang mampu memahami dan menulis artikel dalam bahasa Ibu dan bahasa Inggris dengan baik. Hacker adalah seorang nerd yang memiliki sikap (attitude) dasar yang baik, yang mau menghormati orang lain, menghormati orang yang menolongnya, dan menghormati orang yang telah memberinya ilmu, sarana atau peluang.
Adalah Pelaku carding (penyalahgunaan kartu kredit), phreaking, dan defacing bukanlah hacker tapi mereka adalah cracker. Inilah Satu bukti perilaku lalim dari pegiat maya.
Dalam menjalakan aksinya, para Hacker jarang memakai identitas dengan nickname, screenname atau handlename–yang lucu, konyol dan bodoh.
Bagi Eric S Raymond mengungkapkan “Menyembunyikan nama, sebenarnya hanyalah sebuah kenakalan, perilaku konyol yang menjadi ciri para cracker, warez d00dz dan para pecundang yang tak berani bertanggungjawab atas segala perbuatannya.
Dengan demikian hacker merupakan sebuah reputasi, mereka bangga dengan pekerjaan yang dilakukan dan ingin aktivitas itu diasosiasikan dengan nama mereka yang sebenarnya.
Hacker tidaklah harus orang komputer, karena konsep hacking adalah para pembelajar sejati, orang yang penuh antusias terhadap pekerjaannya dan tidak pernah menyerah karena gagal. Dan para hacker bisa muncul di bidang elektronika, mesin, arsitektur, ekonomi, politik, dsb.
Nah, bila perbuatan koyol yang dikategorikan oleh Roy Suryo, maka pantas sekaligus wajid di curigai para penggila cyber—termasuk di dalamnya blogger.
Jika yang hanya hacker sejati dan blogger bukan para pembohong belaka, maka sudah selayaknya kita tetap menghargai kejujuran dan iktiar kita untuk selalu menulis. Pasalnya, menulis merupakan petanda orang-orang yang mencoba beradab.
Kehadiran UU TIE pun berbanding lurus dengan kuatnya arus informasi supaya tetap menulis hal-hal yang bermakna sekaligus bermanfaat. Semoga. [Ibn Ghifarie]
Ayo Ngeblog, Ayo Ngoment Juga!!
Cag Rampes, Pojok Komputer Ngeheng, 27/03/08;15.57 wib
[+/-] |
Negeri |
Negeri Yang Berguncang
Oleh AHMAD SAHIDIN
Kita harusnya sadar di negeri ini bukannya membaik, malah tambah semraut dan seolah tidak berakhir. Coba tengok korban tsunami di Aceh dan korban gempa berkekuatan 8,7 skala richter di Nias, yang menelan ribuan jiwa.
Di Leuwi Gajah, Cimahi, tumpukan sampah longsor menimbun rumah warga dan menelan korban. Kawasan Bandung Selatan pun kena banjir. Juga tanah dan bebatuan di sekitar Cadaspangeran, Sumedang, kini mulai berguguran dan itu menjadi tanda bakal timbulnya longsor. Tak kalah Gunung Tangkubanparahu pun unjuk gigi dengan letupan-letupan magmanya, bahkan Gunung Cireme di Kuningan dan Gunung Krakatau di sebelah barat Pulau Jawa kini dinilai mulai aktif. Kemarin tsunami Pangandaran dan gempa Yogyakarta serta banjir di Aceh dan tempatb lainnya. Juga kasus lumpur panas dan peswat hilang. Ini semua memilukan bagi masyarakat kita.
Inilah pekerjaan rumah yang cukup berat sejak mengevakuasi mayat hingga soal pangan, sandang, papan, dan nasibnya di masa depan.
Bila kita amati fenomena yang menyangkut alam ini sangat berkaitan dengan kerusakan alam. Longsor dan banjir misalnya, diakibatkan oleh manusia-manusia yang mengeksploitasi kekayaan hutan, hingga hutan tidak mampu lagi menahan curahan air hujan dan terus mengalir ke hilir mengakibatkan bencana alam terjadi. Bisa juga musibah alam terjadi dikarenakan terjadi alamiah dan dikehendaki Sang Maha Pencipta, Khalik. Jika memang alasan yang kedua, maka harus kembali melakukan muhasabah dan mulailah bertobat dari semua tindakan dosa! Ingatlah bahwa diri kita, keluarga, dan lingkungan serta alam dunia ini adalah amanah yang akan diminta pertanggungjawabannya, di akhirat dan juga di dunia ini. Bencana alam adalah buktinya. Namun bila dikarenakan yang pertama, maka bantulah para ahli geologi, vulkanologi, dan sebagainya dengan tetap menjaga dan menyadarkan masyarakat di sekitar kita agar tidak membuang sampah sembarangan, mulai memperhatikan dan menanam kembali pepohonan di bukit-bukit yang gundul, dan peliharalah lingkungan sekitar kita. Inilah tindakan riil yang bisa kita lakukan bersama dalam rangka memperbaiki alam.
Masalah demi masalah datang beruntun dan seakan-akan ada sknenario yang tengah dijalankan. Mirip sebuah keponggahan pihak tertentu yang hendak menguasai dan menjadikan kita bertekuk lutut di hadapannya.
Yang mencolok adalah, kasus Ambalat. Kasus ini memang sangat berkaitan dengan eksistensi negara di mata bangsa internasional. Memang harus dituntaskan dan kini saatnya kita “unjuk-gigi” di hadapan mereka yang menganggap kita sebagai bangsa yang lembek dan tidak pernah peduli terhadap pulau-pulaunya.
Persoalan selanjutnya adalah kenaikan BBM yang mencapai rata-rata 30%. Kenaikan BBM ini seringkali dijadikan alasan atas naiknya ongkos transportasi dan kebutuhan pokok yang naik mencapai sekitar 10%. Meskipun diembel-embeli untuk kesejahteraan rakyat, tetap saja fakta menunjukkan sebagai petaka di masyarakat, terutama bagi yang berpenghasilan tetap dan yang menengah ke bawah akan merasakan beratnya kebijakan ini. Karena ketika terjadi kenaikan BBM gaji dan penghasilan mereka tidak ikut naik pula. Inilah masalahnya, karena para pedagang, sopir angkutan umum, dan semua pihak yang terlibat dalam hubungan sosial-ekonomi seringkali menaikan harga sekehendak hati.
Titik persoalan di atas pantas menjadi perhatian para pejabat kita, terutama kontrol yang sistematis terhadap pelbagai kebijakan-kebijakannya dan pemerintahlah yang bertanggung jawab sepenuhnya.
Bila tetap tidak peduli dan tetap saja hanya dijadikan wacana-wacana elit, maka inilah sebuah kejahatan yang tak terampuni. Inilah kejahatan yang pantas dikenai hukuman yang sebesar-besarnya. Rasulullah SAW bersabda, barangsiapa yang berkhianat terhadap suatu amanah, dan ia tidak menjalankan amanah tersebut, kemudian mati menjemputnya; maka matinya bukan sebagai pengikutku.
Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT , “Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan, balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gelita. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya “ (QS Yunus [10] : 27).
[+/-] |
Status |
Status Quo
Oleh FANI AHMAD FASANI
Untuk kesekian kalinya aku tak berhasil mendisiplinkan waktu tidur, pukul 06.35 pagi aku keluar sebentar, menghirup pagi yang selalu denganku bertukar dekap dalam lelap.
Jika, aku masih belum tidur pada jam-jam seperti ini, aku hanya keluar kamar, duduk di teras. Mungkin untuk pagi yang asing atau untuk punggung gadis tetangga dengan rambut basah pergi ke sekolah. Saat itu aku akan berdoa semoga ia sampai di tujuan dengan keriangan yang sama.
Lalu. Tiba-tiba aku merasa tua, maksudku terasa beberapa tahun lewat begitu saja sebelum sempat gelas kopi menyentuh lantai kembali, jikapun menghitung bercak nikotin untuk hari yang dilalui paru-paruku. Lalu. Apa bedanya sebelum aku sebagai tertuduh waktu. Baiklah, mungkin sisi baiknya kulewati pagi adalah doa-doa. Aku terlalu jarang berdoa, bahkan jika mendung membayangi ujung hidung dan perjalananku masih panjang, biasanya aku lebih memilih mengutuki hari dan prakiraan cuaca ketimbang berdoa.
Menjadi tua adalah menyeringkan doa, dulu masa kanakku dituntun ibu sebelum tidur, membaca keras membayangkan huruf-huruf yang tegap. Masa kanak-kanak adalah menyaringkan doa. Lalu. Kemana doa diantara masa-masa yang itu? Mungkin kita mengucapkannya dengan cara berbeda atau menyimpannya atau memikirkannya jika sempat, tentang apa mestinya atau mencari cara supaya kita tidak begitu memerlukannya. Aku masih ingat bagaimana daftar panjang ketidak-semestian yang kukumpulkan untuk beberapa tahun. Dan tekad-yakinku bahwa semuanya memerlukan tindak yang lebih bulat ketimbang doa. Tapi bukan seperti itu persisnya, tentu saja aku mengalami masa kasmaran dan berdoa, tentu aku memiliki kegugupan berhadapan dengan tanggung jawab kemudian berdoa. Seperti temaku bilang bahwa, “kita terlahir dari doa-doa”, meski “entah doa siapa”. Kita adalah senantiasa harapan dan sekaligus sadar akan keterbatasan.
Mungkin karena masa muda adalah dimana kita terus merinci ketidak mestian dan berupaya merubahnya, bermain di tapal-tapal batas. Sedangkan menjadi tua justru mencari-cari apa yang masih pantas dipertahankan, sementara perubahan terus semakin menggerus. Tapi, bukankah hal ini bisa dan mesti dilakukan sembari? Ya, jika cukup optimis tentang keserentakan. Atau menepikan rajin kita menghitung sempat. Justru, sialnya kita lebih sering merasa kemepetan sempat saat merinci jadwal bahkan hanya menambal kewajiban dengan menyisihkan lubang-lubang waktu senggang. Kita telah yakin akan kebenaran sabda bahwa shalat meluputkan kita dari laku jahanam pula ingkar, namun lima kali seharipun masih beban yang sering kita kewalahan. Baiklah, kita coba pada bahwa mempertahankan kebiasaan baikpun merupakan jalan paling mungkin menghindari perbuatan jahat, bahwa kebaikan itu adalah bagaimana kita menyempitkan kesempatan melakukan kejahatan. Soal ‘bertahan’ dan ‘bertindak’ hanya perbedaan proyeksi yang tak layak sengketa, meski tatap arah kita sepakat pada upaya ‘mempertahankan hal-hal’ ini seringkali menghasilkan label status quo.
Memang, rasa tua dan kata status quo ini lebih sering berdamping daripada berpaling.
Tapi bagaimana soalnya jika berpapasan dengan sejenak Foucault; bahwa manusia sejak terlahir telah terlampau tua, karena usia manusia tak akan pernah bisa mengatasi jumawa bahasa, bahwa subjeklah yang justru pernik reka sempat bahasa. Pada dasarnya kita memang status quo-status quo yang ling-lung tak berdaya, dan rasa muda progresif itu bayang di cermin semu yang takkan pernah kita sanggup pecahkan karena itu adalah kita sendiri. Lebih sialnya, bayangan di cermin kita kenali sebagai ‘aku’ setelah setidaknya telunjuk Siggy Freud mengarah dan bilang “ya, itu kamu”.
Dan sebaiknya ini bukan tentangku melulu sebelum khawatir itu bergerombol bertamu, membicarakan orang lain selalu lebih menyenangkan, atau bahwa ‘diri’ memang merupakan kerumuk orang lain yang jadi berarti saat dipungkiri, sindir Lacan. Memang, orang-orang ini senang mencari jalan untuk mengakali ‘diri’ dari absensi. Mereka pikir itu lucu.
Bagiku yang lucu adalah bagaimana saat Foucault menatap diri di cermin, yang lain menunjuk ke arah bayangan berkata “ya, itu kamu..” Foucault merasa terpukul mungkin, melihat dalam bayangan bagaimana tak satu lembar rambutpun bersisa di kepalanya, kemudian ia merasa tua. Ia bahkan tahu, menatap juga menguasai, untuk itu ia lebih rela menjadi seekor ikan mas. Meski bernasib jadi tatapan saja dalam aquarium misalnya, setidaknya ikan hanya butuh sirip tak perlu rambut.
Sebenarnya jika dipikir begitu, saat ini ia dalam posisiku. Ia menatap gadis rambut basah itu bersekolah, mungkin ia akan merasa dirinya almarhum sudah.
Ini masih pagi, masih banyak hal yang akan kutemui nanti. Semoga sesuatu yang membuatku tak menghitung apapun. Atau justru saatnya tidur. Tak apa menghamburkan umur, seakan Siggy sendiri yang bilang bahwa manusia selamanya prematur.
Cileunyi, 25 Februari 2008