Minggu, 25 Mei 2008

Waisak

Waisak Bagi Bangsa
Oleh IBN GHIFARIE

Momentum Hari Suci Waisak yang jatuh pada 20 Mei 2008 ini dan bertepatan dengan lahirnya Hari Kebangkitan Bangsa yang menginjak 1 abad (1908-2008).

Sejatinya, Waisak harus menjadi modal dasar evaluasi sekaligus semangat toleransi dan pencerahan bagi seluruh dialog antariman dan pemerintahan yang memegang kebijakan dalam kebebasan beragama di Indonesia.

Waisak juga mesti dijadikan barometer sebagai ajang refleksi seberapa jauh kualitas kita dalam menghargai perbedaan (Suku, Agama, Ras, Budaya) semenjak bangsa ini merdeka.

Pasalnya, dialog antaragama merupakan gerbang menuju kehidupan bermasyarakat yang adil, sejahtera dan harmonis. Sesuai dengan cita-cita luhur para pejuang yang memerdekana kepulauan nusantara dari pelbagai rong-rongan penjajah. Kendati dialog antariman tak sebatas bertujuan untuk hidup bersama secara damai dengan membiarkan pemeluk agama lain ‘ada’ (ko-eksistensi), melainkan juga berpartisipasi secara aktif meng-‘ada’-kan pemeluk lain itu (pro-eksistensi). (Hans Kung dan Karl Kuschel: 1999).

Tentunya, dialog ini tak sekedar mengantarkan pada sikap bahwa setiap agama berhak untuk bereksistensi secara bersama-sama. Pun wajib mengakui dan mendukung –bukan berarti menyamakan—eksistensi semua agama. Barangkali inilah yang dimaksudkan oleh Raimundo Panikkar dengan istilah dialog intra-religius. Yaitu yang tak hanya menuntut suatu sikap inklusif, tapi harus tumbuh berkembangnya sikap paralelisme, dengan mengakui bahwa agama merupakan jalan-jalan yang sejajar.

Kini, silang pendapat dalam soal berkeyakinan mulai terlupakan. Hingga berujung jadi petaka pada pengahncuran tempat ibadah, penyiksaan kepada anak-anak, ibu-ibu dan para lansia. Model pembunuhan satu aliran tertentu yang berbeda penafsiran [keimanan] dengan halayak banyak pun menjadi jurus pamungkas dalam menyelesaikan persoalan.

Tengeoklah, perseteruan internal pemeluk ajaran islam antara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dengan Majelis Ulama Islam (MUI) pascapengeluaran 11 Fatwa (2005). Hingga dikeluarkanya SKB (Surat Keputusan Bersama) 3 Mentri (Mentri Agama, Dalam Negeri dan Jaksa Agung) tentang pelarangan jamaah Ahmadiyah pascapelaporan hasil investigasi Bakor Pakem (Badan Kordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) beberapa pekan yang lalu.

Pesan Suci Waisak
Marik kita mencoba belajar dari agama dan pemahaman orang lain. Salah satunya ajaran Buddhisme—yang tengah merayakan upacara Vesakha Punnami Puja untuk merayakannya dan tujuh hari setelahnya mengadakan Vesakha Atthami Puja untuk memperingati diperabukannya Buddha Gautama.

Tibanya Hari Raya Waisak tiba, mengingatkan kita kepada tiga peristiwa luar biasa yang terjadi dalam kehidupan Guru Agung Buddha Gotama, yaitu kelahiran calon Buddha (Bodhisatta) Siddhattha, pencapaian Pencerahan Sempurna Buddha, serta wafat Buddha atau Parinibbana.

Konon, peristiwa maha agung itu terjadi pada hari purnama sidi di bulan Waisak lebih dari dua ribu lima ratus tahun yang lampau. Tahun 623 S.M. Bodhisatta Siddhattha lahir di Taman Lumbini, India Utara; tiga puluh lima tahun kemudian beliau mencapai Pencerahan Sempurna sebagai Buddha, dan akhirnya Buddha Gotama mangkat pada tahun 543 S.M. Tahun ini Hari Raya Waisak 2552 jatuh pada tanggal 20 Mei 2008.

Peringatan Waisak 2008 dalam kontek Indonesia Sangha Theravada Indonesia bertajuk ”Kehadiran Buddha sebagai Sumber Kebangkitan Moral dan Semangat Mawas Diri” demikian tulis Jotidhammo Mahathera, Ketua Umum (Sanghanayaka)

Kehadiran hari raya Waisak tak sekedar mengingat 3 kejadian dahsat, tapi harus mencoba membangkitkan sosok Sang Buddha di tengah-tengah kehidupan ini. Juga tak berlalu begitu saja, sebab Guru Agung Buddha telah mewariskan Dhamma ajaran Kebenaran yang sampai dengan saat ini masih dijadikan sebagai “jalan hidup” bagi umat Buddha seluruh dunia.

Umat Buddhis masih meyakini tentang Kebenaran Dhamma dapat menuntun hidupnya menjadi lebih baik, lebih bijak, dan tentu lebih berbahagia. Jalan hidup Dhamma yang diajarkan oleh Buddha mengutamakan moral [sila] sebagai landasan bagi penerapan Kebenaran Dhamma dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua aspek ini diharapkan saling melengkapi. Pasalnya moral tanpa kebenaran Dhamma hanya menjadi norma-norma formalitas belaka tanpa dasar dan arah tujuan jelas, ataupun sebaliknya kebenaran Dhamma tanpa moral hanyalah berupa wacana filosofis semata yang tidak menunjukkan bagaimana penerapan ajaran Kebenaran itu dalam kehidupan sehari-hari (www.samaggi-phala.or.id)

Kebangkitan Bangsa
Jelang 100 tahun nasionalisme bangsa dari pelbagai keterpurukan dan ketidak berdayaan negara dalam mengatasi keterbelakangan pendidikan, kemiskinan dan kebebasan beragama.
Sejatinya perayaan Waisak dapat memberikan ‘energi lain’ dalam menyongsong 1 abad kebangkitan Indonesia. Bila dalam upacara suci di kenal 3 kejadian agung (Bodhisatta) Siddhattha, pencapaian Pencerahan Sempurna Buddha, dan Parinibbana), maka dalam kontek keindonesiaan terlahirnya seorang pemimpin yang dapat mengelurkan kita dari pelbagai krisis yang tak kunjung selesai ini sangatlah kita haratpan sekaligus menuntut hadir. Bukan malah sebaliknya. Yakni membawa bumi pertiwi ini kelubang kelam penderitaan yang tiada berakhir.
Pendek kata, lahir, tercerahkan dan meninggal merupakan sumbangan berharga waisak buat Bangsa.

Runutan proses sekaligus estafeta Sang Buddha menjadi tahapan yang tak bisa dibantah lagai. Kiranya, kita mengikutinya alur Sidhartha Gautama dari kematian, terlahir dan tercerahkan, maka tunggulah kehancuran bumi nusantara ini.

Inilah makna terdalam waisak bagi kebangkitan bangsa. Sepenggal puisi Chairil Anwar ’Sekali berarti, setelah itu mati’ pun layaknya kita dengungkan terus. Semoga apa yang diungkapkan Rizal Mallarangeng ilmuwan politik, Chairil Anwar tidak berbicara tentang kematian. Dengan kalimat tersebut, ia justru bicara tentang kehidupan, tentang esensi membangun, mencipta. Chairil Anwar memang mati muda, namun semangatnya tetap hidup sepanjang masa. Semoga keindahan dalam perbedaan mewujud di Indonesia. Selamat Hari Raya Waisak 2552/2008. Sabbe satta bhavantu sukhitata. Semoga semua mahkluk berbahagia.

*Penulis adalah Pegiat Studi Agama-Agama dan Pemerhati Kebebasan Beragama.


[Dimuat di Harian Kompas Biro Jabar kolom Forum, 19/05/08]

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Waisak