Selasa, 11 November 2008

Film Nasioanl

Pelajaran dari Film Laskar Pelangi
Oleh ALI NUR

Sebulan terakhir ini tepatnya sejak 25 September, bioskop-bioskop di Indonesia dibanjiri penonton yang penasaran untuk menonton film Laskar Pelangi.

Sudah lebih dari 2 juta orang menyaksikan film ini sejak mulai diputar sebulan yang lalu.



Kepenasaranan masyarakat Indonesia terhadap film ini juga menggugah Presiden Yudhoyono untuk menontonnya.

Maka pada 8 Oktober yang lalu, didampingi beberapa menteri kabinetnya, Dr. Yudhoyono menyaksikan film ini di Blitzmegaplex Grand, Jakarta.

Apa yang membuat film ini begitu istimewa dan mengundang penasaran para pecinta film untuk menontonnya termasuk seorang kepala negara?

Film ini sebagaimana film popular sebelumnya Ayat-ayat Cinta, diangkat dari sebuah novel terkenal di Indonesia dengan judul yang sama Laskar Pelangi.

Novel ini merupakan novel pertama dari empat novel tetralogi yang ditulis Andrea Hirata. Novel selanjutnya adalah Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah karpov.

Berbeda dengan film Ayat-ayat Cinta yang mengambil setting di Mesir, Laskar Pelangi bercerita tentang sepuluh anak miskin di Belitong, sebuah perkampungan di provinsi Bangka-Belitung, dalam menggapai cita-citanya melalui pendidikan.

Sebagaimana pengakuan penulisnya, novel ini merupakan rekaman masa kecil sang penulis ketika menempuh pendidikan di SD Muhammadiyah Belitong.

Meskipun mereka sekolah di kampong dengan fasilitas terbatas, tetapi semangat untuk belajar dan prestasi akademik para anak Laskar Pelangi ini sangat mengagumkan.


Novel ini membangkitkan semangat melawan segala bentuk keterbatasan dan menunjukkan bahwa kejayaan bisa diraih oleh siapapun, jika mau berusaha.


Inilah yang mengilhami Andrea untuk menebarkan semangat untuk maju kepada anak-anak di seluruh Indonesia lewat novelnya dan sekarang dengan film yang penyutradaraannya diserahkan kepada Riri Reza..

Cerita film ini dimulai dengan situasi menegangkan ketika 9 murid baru disekolah itu bersama guru dan kepala sekolah menunggu satu orang lagi murid agar menjadi genap 10.

Jika tidak sampai 10 orang murid baru maka SD Muhammadiyah itu harus ditutup.

Beruntung, di menit-menit terakhir datanglah Harun, seorang anak berusia 15 tahun dengan keterbelakangan mental, diantar oleh ibunya daftar disekolah ini.

Dari situlah, pergulatan kesepuluh murid dengan julukan Laskar Pelangi diceritakan dalam film ini.

Kesetiakawanan, kebersamaan, keakraban, kehangatan, perjuangan dan pengorbanan 10 anak desa mewarnai cerita film ini.

Beberapa pelajaran bisa diambil dari pergulatan kesepuluh tokoh Laskar Pelangi termasuk peran guru dan kepala sekolahnya.

Pertama, film ini menunjukkan bagaimana perjuangan tanpa henti dengan semangat tinggi untuk maju ditunjukkan oleh anak-anak kampung.


Lintang, salah seorang tokoh sentral dalam film ini, misalkan harus berjuang mengayuh sepeda sejauh 80 kilometre pulang pergi tiap hari untuk berangkat ke sekolah.


Meskipun jauh, dia sabar menjalaninya dan bahkan berhasil menjadi seorang murid yang unggul dan berprestasi.


Dengan kecerdasan dan kegigihannya belajar, Lintang berhasil menjadi juara di kelasnya dan menjadi terkenal setelah berhasil membawa sekolah miskin itu menjadi juara cerdas cermat mengalahkan sekolah elit yang lengkap fasilitasnya.


Perjuangan Lintang mengayuh sepeda ke sekolah dengan berbagai rintangannya dan juga situasi dramatis bagaimana perlombaan cerdas cermat ditunjukkan dengan mengagumkan dalam film ini yang membuat penonton larut terbawa emosi haru, tegang dan gembira ketika menyaksikannya.


Kedua, film ini menunjukkan bagaimana kesetiaan, pengabdian dan integritas seorang guru terhadap profesinya.

Hal ini bisa dilihat dari pengorbanan Ibu Muslimah yang dengan gigih penuh pengorbanan mendidik para Laskar Pelangi untuk menjadi murid yang pintar dan berhasil meskipun berada dalam segala keterbatasan seperti bangunan sekolah yang sederhana dan gaji yang kecil.

Peran yang ditunjukkan Ibu Muslimah ini bisa menginspirasi para guru lainnya untuk berjuang mempersiapkan masa depan sumber daya manusia yang lebih unggul.

Ketiga, film ini mengajarkan bagaimana perlunya saling menghargai sesama warga bangsa Indonesia yang multikultural.

Hal ini bisa dilihat bagaimana sekolah Islam (SD Muhammadiyah) mau menerima A Kiong seorang beretnis Tionghoa dan berlatar belakang Konghucu untuk bersekolah di SD tersebut.

Pertemanan akrab diantara para Laskar Pelangi tanpa memandang etnis dan agama ditunjukkan dalam film ini.

Penonton seolah diajarkan bagaimana seharusnya masyarakat Indonesia yang multikulturalis bisa hidup saling berdampingan dan bersama-sama bisa maju seperti persahabatan para Laskar Pelangi.

Hal ini menjadi sangat signifikan terutama bagi para pelajar di Indonesia yang perlu ditanamkan sejak dini bagaimana hidup saling menghargai, menghormati dan hidup rukun meskipun berasal dari keluarga yang berbeda agama dan etnis.

Persahabatan antar etnis juga ditunjukkan dalam film ini ketika Ikal seorang Melayu (tokoh lainnya dalam film ini) tanpa sungkan jatuh cinta pada A Ling, seorang Chinese anak pemilik Toko Sinar Harapan.

Keempat, film ini juga menunjukkan bahwa kemiskinan bukan halangan untuk maju.

Sangat jelas bahwa pesan utama dari film ini adalah untuk menunjukkan bahwa kemiskinan seperti terlihat dari latar belakang ekonomi keluarga anak-anak Laskar Pelangi, bukanlah halangan bagi anak-anak itu untuk menggapai cita-cita setinggi langit.

Artinya, meskipun hidup dalam kemiskinan, seorang anak sekolah harus mempunyai mimpi menggapai cita-cita yang luhur.

Pesan ini juga terlihat jelas dalam permulaan syair soundtrack film ini yang dinyanyikan oleh group band Nidji sebagai berikut:

Mimpi adalah kunci
Untuk kita menaklukkan dunia
Berlarilah tanpa lelah
Sampai engkau meraihnya

Nampaknya pesan moral dari film Laskar Pelangi ini tidak hanya cocok bagi situasi Indonesia tapi juga bagi negara-negara lain terutama bagi kalangan yang peduli terhadap pendidikan dan sumber daya manusia.

Pesan moral menanamkan sikap saling menghargai dan menghormati sejak dini pada anak-anak bagi warga bangsa yang multikultural juga bisa dicontoh.

Pesan moral lainnya tentu masih banyak yang bisa diambil dari film Laskar Pelang ini tergantung dari sisi mana penonton melihatnya.

Mudah-mudahan film ini tidak hanya beredar di Indonesia tapi juga bisa merambah negara jiran seperti Singapore atau Malaysia yang juga merupakan bangsa yang multukultural.

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Film Nasioanl