Senin, 12 Januari 2009

Komitmen

Komitmen Ketulusan
oleh BAMBANG Q ANEES

Di tengah polemik tentang pencabutan mandat dan persoalan Poso yang seperti tak ada habis-habisnya, ada baiknya kita berefleksi mengenai reformasi. Reformasi adalah komitmen bersama untuk bertransformasi dari kehidupan lama yang represif menuju tatanan masyarakat terbuka.

Reformasi politik telah berjalan sedemikian rupa, namun sayangnya — setiap saat– sepertinya kita mengalami sesuatu yang selalu salah jadi dan salah guna.Mungkin ada yang kurang dari komitmen reformasi kita, reformasi politik saja memang tak akan mampu mewujudkan harapan. Ada reformasi lain yang harus segera diwujudkan, Jakob Utama (2000) menyebutnya “reformasi ketulusan”.

Soal reformasi memang bukan melulu soal politik, yang lebih utama adalah soal mental. Setelah sekian lama terkungkung otokrasi orde baru, kita terhanyut dalam kebiasaan penuh rekayasa, tertutup, penuh curiga, dan susah untuk percaya pada pihak yang berbeda. Kita juga “terdidik” untuk tidak menyatakan apa yang sebenarnya demi keselamatan atau keuntungan pribadi. Akhirnya seluruh jerih payah reformasi politik atau hukum menjadi aturan main dengan mental pemain yang masih sama dengan sebelumnya: pemain yang melupakan ketulusan.

Maka, meminjam pertanyan Jakob Utama, “Dapatkah kita katakan atau sekurang-kurangnya kita jadikan komitmen bahwa kita juga sedang bertransformasi dari masyarakat yang tidak tulus ke masyarakat yang tulus; dari masyarakat serba tertutup dan serba curiga ke masyarakat terbuka yang disertai sikap dan kebajikan saling percaya?”

Ikhtiar dalam Ketulusan

Saat ini, kita sungguh-sungguh membutuhkan ketulusan. Ada satu kisah menarik yang dikutip Gay Hendricks (2002) pada buku The Corporate Mystic. Ada dua orang pengangkut batu yang menampilkan raut muka berbeda. Yang pertama mengangkut batu dengan wajah penuh kekesalan, dari mulutnya tak henti-hentinya mengeluarkan sumpah serapah; sedang yang kedua justru sebaliknya. Pengangkut batu kedua justru menampilkan wajah riang, mata berbinar-binar, dan sambil bersenandung.

Terhadap keduanya, seseorang bertanya, “Apa yang sedang kalian lakukan?” Orang pertama menjawab, “Lihat saja sendiri, di hari yang panas begini saya harus mengangkut batu-batu sialan ini!” Sedang orang kedua menyatakan, “Di sana akan dibangun rumah ibadah, kelak kami akan memiliki rumah yang hangat untuk berdekatan dengan Tuhan”.

Dalam situasi reformasi ini, semua warga negara seperti pengangkut batu itu. Semuanya melakukan kerja yang melelahkan, memperbaiki tatanan kehidupan yang memang sudah porak poranda dan menyelesaikan masalah-masalah yang seperti tak pernah habis. Dalam rasa lelah keluhan pasti muncul, juga rasa putus asa. Namun pengangkut batu kedua mengajari kita bagaimana menanggung beban hidup menjadi kebahagiaan.

Ketulusan membuat seseorang menjadi lebih jujur, menerima tugas sebagai amanah, bebas dari kepura-puraan, dan bahagia. Melalui ketulusan, rasa lelah tak membuat seseorang merasa lebih berjasa –seraya mengajukan bayaran yang lebih tinggi. Dalam ketulusan, seluruh penderitaan dapat tertahankan. Ketulusan tak pernah bisa melahirkan “kambing hitam” dari suatu persoalan.

Agama dan Ketulusan

Ajaran utama semua agama adalah membimbing pemeluknya untuk menjalani kehidupan secara tulus. Al-Quran (QS Shad, 46), misalnya, menyatakan bahwa para nabi dan rasul adalah mereka yang tulus-ikhlas, bebas dari pelbagai penyakit busuk hati, tidak berpura-pura, dan bebas dari segala penyakit yang dapat meruntuhkan hakikat kemanusiaan.

Tarif Khalidi (2003), dalam The Muslim Jesus, mengutip kisah menarik dari Kitab al-Bayan karya Abu Utsman al-Jahiz (ulama muslim abad ke-9). Konon, suatu hari Yesus berpapasan dengan Bani Israil yang menghinanya. Setiap kali mereka mengucapkan kata-kata kotor, Yesus menjawabnya dengan kata-kata yang baik. Simon yang suci mengajukan protes, “Akankah engkau menjawab mereka dengan baik ketika mereka terus-menerus mengucapkan kata-kata kotor?” Yesus menjawab dengan tenang, “Setiap orang mengucapkan apa yang dimilikinya”.

Lihat, betapa damainya ikhtiar ketulusan!

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Komitmen