Kamis, 01 Januari 2009

2009

Refleksi Tahun Baru
Oleh SUKRON ABDILAH

BEBERAPA hari ke belakang kita telah merayakan tahun baru umat Islam, 1430 Hijriyah. Tinggal beberapa hari juga tahun baru 2009 Masehi tiba. Bagi umat Islam, hari ini adalah awal tahun yang harus diisi dengan aksi nyata membebaskan umat dari keterpurukan. Dan, bagi bangsa Indonesia yang majemuk, akhir tahun ini (2008) adalah ruang dan waktu yang tepat untuk merenungi segala tindak-tanduk yang dilakukan pada tahun lalu.

Berdekatannya perayaan dua tahun baru (Hijriyah dan Masehi) ini, diharapkan ada secercah harapan transfomatif bagi kelangsungan NKRI. Tahun baru hijriyah harus diawali dengan hijrah-nya bangsa ini dari kondisi kurang baik menjadi baik. Kemudian, tahun baru masehi adalah awal kita menengok tingkah laku di tahun yang lalu dan menatap optimis apa yang hendak dilakukan pada tahun yang akan datang.

Dalam mitos Yunani kuno, awal tahun baru masehi diberi nama Januari, karena diambil dari nama Janus, salah satu dewa yang memiliki dua wajah. Kenapa Januari memiliki dua wajah? Sebab, di satu sisi bulan ini berdekatan dengan tahun 2008 dan juga awal memasuki tahun 2009. Biasanya, ada peralihan budaya di awal tahun (Januari). Kita bakal merasa susah menanggalkan kebiasaan di tahun 2008, tapi cahaya optimisme meruak setiap kali memandang kalender yang berganti dengan angka 2009.

Seperti seorang siswa sekolah yang baru naik kelas ke tingkat yang lebih tinggi. Pertama kali seseorang memasuki kelas baru dan meninggalkan kelas lama, ada semacam kebiasaan di kelas lama yang tanpa sadar dibawanya ke kelas baru. Tahun baru juga begitu rasanya. Kita memasuki tahun baru, tapi ada kebiasaan tahun lalu yang sulit diubah, direkonstruksi, dan bahkan diganti dengan kebiasaan yang lebih baik. Dan, tugas kita adalah menyelami secara reflektis dan kritis apakah ada tingkah laku yang semestinya diubah, diganti, bahkan harus dibuang dan ditinggalkan.

Kecanggungan budaya, biasanya akan menyertai pergantian tahun baru masehi nanti. Gegap gempita perayaan tahun masehi tidak menggambarkan kondisi jiwa bangsa seluruhnya. Di tengah kegembiraan, belum tentu setiap orang merasakan kegembiraan tak terkira. Riuh-rendahnya suara terompet dan taburan kembang api pada pukul 00.00 juga tidak mewakili kegembiraan bangsa.

Bukan hal mustahil kalau di tengah perayaan yang gerlap gemerlap itu ada sejumlah warga yang terganggu, tak bisa makan, dan tidur beralaskan tembikar di trotoar jalan raya, yang pasti dipadati pengendara bermotor. Malam tahun baru harusnya diisi dengan refleksi, tafakkur, dan renungan kasih terhadap kondisi bangsa yang sedemikian lelah dengan soal sosial-politik, ekonomi, budaya, dan tetek bengek soal yang membuat pusing tujuh berkeliling-keliling.

Jengah hati ini dengan praktik korupsi. Gelisah jiwa ini dengan bertebarannya kemiskinan dan kesenjangan. Golput adalah filsafat politik protes dari sebagian bangsa yang mulai tak percaya kepada partai politik. Ini bukan soal cerdas ataukah tidak bangsa Indonesia. Tapi, soal kejujuran dan keteguhan memperjuangkan aspirasi rakyat yang mulai memudar dari wakil rakyat bagai air laut yang mulai tak terasa asin. Tenggelamlah rakyat Indonesia di tengah pusaran samudera ketakberesan persoalan yang melilit, seolah menjadi bumbu kebernegaraan kita.

Filsafat kura-kura adalah tanda keawasan dan kewaspadaan yang mesti ditiru di tahun baru. Kebijaksanaan hidup lewat tempurung yang selalu dijadikan tempat berlindung. Merefleksikan diri. Sambil mengawasi segala marabahaya yang setiap saat pasti mengancamnya dari luar menjadikan hewan bijaksana ini memiliki usia panjang. Kesejahteraan Indonesia akan panjang, jika saja para pejabat awas dan waspada terhadap bahaya yang mengancam stabilitas nasional.

Kekuatan kolektif semut dalam membangun sarangnya. Kerendahhatian sebatang pohon bambu dan setangkai padi, adalah filsafat hidup yang bisa diperoleh dari kebijaksanaan kita atas hidup ini. Kedermawanan kerang berbalut mutiara juga adalah ajaran setiap agama. Kesabaran menggelindingkan batu besar dari Sisifus, adalah soal ketekunan yang harus mulai dipegang bangsa ini. Mudah-mudahan di tahun baru, kita mampu berkaca pada tahun lalu, untuk kemudian berjalan awas di tahun yang baru. Itulah semangat yang harus mulai ditanamkan dalam jiwa ketika membangun Indonesia tercinta.

Selamat tahun baru 1430 H dan tahun baru 2009. Semoga kita bahagia selalu menjalani tiap detik, menit, jam, dan hari di tahun yang akan datang. Sebab, tahun adalah sekumpulan ruang dan waktu yang didalamnya, kita harus mulai mencelubkan diri memberikan arti bagi kehidupan. Berpikir kontemplatif yang tersistematisasi adalah inti dari semangat mengurai benang kusut kehidupan, yang jadi pusat kesadaran bahwa berbuat baik dalam hidup adalah keniscayaan.

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: 2009