Rabu, 21 Januari 2009

Mustapa

P.H.H. Mustapa, Pemikir Islam yang Terlupakan

"BAPAK tahu siapa Penghulu Haji Hasan (PHH) Mustapa?" tanya Dr. Jullian P. Millie kepada sopir taksi yang duduk di sebelahnya, saat taksi yang ditumpanginya memasuki kawasan jalan tersebut. Dengan amat meyakinkan, sopir taksi menjawab, "Eta mah pahlawan ti Pasantren Cipasung, Tasikmalaya!" Jawaban itu tentu saja salah.

Petikan percakapan tersebut disampaikan Indonesianis asal Australia Dr. Jullian P. Millie dalam acara "Mesek Karya-karya Haji Hasan Mustapa", yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Sunda bekerja sama dengan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung dan Monash University, Australia, Rabu (21/01) di aula Al Jami’ah UIN SGD, Jln. A.H. Nasution No. 105, Bandung.

Jawaban sopir taksi yang salah itu, menunjukkan bahwa P.H.H. Mustapa tidak begitu dikenal oleh masyarakat Sunda pada umumnya. P.H.H. Mustapa hanya dikenal dan diperbincangkan di bangku-bangku akademi, baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagian besar karya-karyanya yang berbentuk manuskrip, yang ditulisnya dalam rumpaka dangding itu tersimpan di Universitas Leiden, Belanda. Sebagian besar manuskripnya itu ditulis dalam hurup pegon (hurup Arab-Sunda).

Dalam kehidupan intelektual di tatar Sunda pada zamannya, P.H.H. Mustapa tidak hanya dikenal sebagai penyair atau pujangga, tetapi juga dikenal sebagai pemikir Islam dan sebagai ahli hukum dalam bidang agama.

"Bahwa dalam sejarah hidupnya P.H.H. Mustapa bekerja pada Belanda, yang pada masa itu disebut sebagai masa perjuangan, tidak masalah. Hal itu tidak mengecilkan arti P.H.H. Mustapa sebagai penyair besar Sunda yang hingga kini belum ada tandingannya. Puisi-puisi yang ditulisnya sarat dengan renungan filosofis, kaya dengan nuansa mistik Islam. Selain itu, P.H.H. Mustapa sangat pandai mencipta idiom baru dengan cara antara lain ngadumaniskeun kosa kata Arab dengan kosa kata Sunda," ujar Hawe Setiawan, salah seorang pembicara dalam acara tersebut.

Selain Hawe dan Jullian, pembicara lainnya adalah Mukhlas, Gibson Al Bustomi, Ruhaliah, dan Alfathri Adlin. Acara tersebut dibuka oleh Rektor UIN SGD Bandung, Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir.

Nanat Fatah Natsir mengatakan, membaca kembali karya-karya P.H.H. Mustapa menjadi penting dewasa ini, karena apa yang ditulisnya baik dalam bentuk dangding maupun dalam bentuk prosa, mengandung nilai-nilai yang tinggi untuk diapresiasi.

"P.H.H. Mustapa mampu menjabarkan nilai-nilai keislaman dan kesundaan dengan jernih. Untuk itu, tak aneh kalau karya-karya yang ditulisnya hingga kini masih jadi bahan kajian, baik di dalam maupun di luar negeri," tuturnya.

P.H.H. Mustapa adalah orang besar pada zamannya. Karya-karya yang ditulisnya banyak mengungkap renungan religius. Pengalaman mistik dalam menghayati keislamannya itu lebih banyak ditulis dalam bentuk dangding. Salah satu petikan dangding-nya yang mengungkap persoalan tersebut seperti petikan di bawah ini.

la ilaha illahu
pokpokan nu beurat lain
Ilallah nu beurat enya
Allahu meh taya lain
hu bitu ngan kari enya
hakeki ngan kari budi

"Sayangnya, karya-karya P.H.H. Mustapa yang demikian itu, masih banyak yang belum dialihbahasakan ke dalam huruf latin. Seluruh karya P.H.H. Mustapa yang ada di Leiden itu sebagian besar masih ditulis dalam huruf pegon. Saya sendiri saat ini tengah mengalihbahasakan dangding P.H.H. Mustapa dari dua manuskrip yang dipinjam dari Kang Ajip Rosidi dalam bentuk mikrofilm," ungkap Dr. Ruhaliah, M. Hum.

P.H.H. Mustapa memasuki dunia proses kreatif sebagai penulis, justru dimulai bukan dalam usia muda. Akan tetapi dimulainya pada usia tua, yakni ketika memasuki usia 47 tahun. Selain itu, naskah-naskah yang ditulisnya pun hanya diketahui oleh masyarakat terbatas.

Karyanya yang pertama yang ditulis tahun 1899 adalah Aji Wiwitan Gelaran, sedangkan yang terakhir Aji Wiwitan Aji Saka II jilid ke-14, yang ditulis tahun 1929. Dalam kariernya sebagai penulis dangding, P.H.H. Mustapa berhasil menulis lebih dari 10.000 bait dangding, suatu prestasi yang luar biasa. (Soni Farid Maulana/"PR")

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Mustapa