Kamis, 06 Maret 2008

Beragama

Beragama di Tengah Kepungan Modernitas
Oleh JAJANG BADRUZAMAN

Bergama di tengah arus modernisasi merupakan sesuatu yang sangat mahal. Masyarakat modern yang didominasi pola pikir pragmatis senantiasa mengkaji ulang peran (kemanfaatan) segala sesuatu bagi dirinya.

Termasuk ajaran agama yang dianut serta kemanfaatan kerberagamaan (religiositas) bagi dirinya. Sehingga agama yang tidak mampu berperan dan memberi arti bagi kehidupan pemeluknya akan ramai-ramai ditinggalkan pemeluknya.

Fenomena yang mengemuka dari fakta di atas adalah banyaknya orang yang berpindah dari satu agama ke agama lain secara berkali-kali. Beralih dari dari agama dan mencari nilai transendental dalam alam. Bahkan berhenti beragama karena agama sudah dianggap tidak memiliki peranan (manfaat) bagi hidupnya.

Peran dan arti agama dalam menyelesaikan permasalahan hidup menjadi kriteria kualifikasi agama yang pantas dianut masyarakat yang tengah dikepung modernitas. Tiada lain harus ada penafsiran kembali (reinterpretasi) agama disesuaikan dengan konteks situasi dan kondisi saat ini. Tidak hanya pada materi yang disampaikan tetapi juga menyangkut metode penyampaian agama itu sendiri. Sebuah tantangan bagi bagi para cendikiawan (ulama) agama.

Untuk mencari solusi permasalan religiositas masyarakat yang tengah dikepung modernitas kita selayaknya mengetahui terlebih dahulu modus keberagamaan masyarakat tersebut saat ini. Menurut Peter L. Berger, modus beragama di tengah kepungan modernitas terdiri dari tiga klasifikasi. Pertama keberagamaan reduktif, yaitu keberagamaan yang menafikan sama sekali unsur-unsur ilahiah dalam agama. Kedua keberagamaan deduktif, meyakini suatu agama tanpa menggubris institusi dan pengetahuan modern yang sifatnya sekuler. Ketiga keberagamaan induktif, melakukan reinterpretasi dan menyesuaikan agama dari doktrin sebelumnya dengan kondisi sosial yang mengelilinginya. Semoga solusi dalam rangka menyelasaikan permasalahan keberagamaan ini dapat ditemukan.

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Beragama