Senin, 04 Agustus 2008

Bola

Bola Memang Aneh
Oleh BAMBANG Q ANEES

Bola memang aneh. Ia dikejar-kejar, ditendang, dioper, disundul, agar masuk ke gawang lawan. Mereka melakukan itu dalam waktu 2 X 90 menit atau lebih di atas lapangan hijau.

“Selama 180-an menit yang terbagi dalam empat babak atau lebih kalau ada perpanjangan waktu itu, sebelas orang berseragam kaus dengan celana pendeknya tinggal bertugas menhejar dan lari-lari membawa bola. Serta menendang dan menyuncul agar bola yang sebiji itu neyplos

masuk ke gawang yang dikurung tiang gawang dan mistar yang berjarak 7,32 X 2,44 meter (8 yard X 8 kaki) tanpa dapat ditangkap atau dihadang kipper dan pemain lawan….

Kalau sudah bisa menciptakan gol, pemain akan mendapat hormat, diganjar honor, dan menjadi sohor. Kalau sudah begitu pemain bola bakalan hidup enak, tidur nyenyak, rezeki…kagak cekak!” [1]

Saat ini semua orang lagi gila bola. Semua orang lagi gandrung nongkrong di depan TV menyoraki tim dukungannya atau memberi komentar sehabis menonton pertandingan bola.

Pada malam-malam yang dingin ada banyak orang yang rela meninggalkan tidurnya demi melihat si kulit bundar itu ditendang-tendang, sampai akhirnya melesat masuk ke jarring gawang. Di jalan-jalan ada banyak orang (dari kanak-kanak, remaja, sampai orang tua bangkotan) mengenakan kaos warna kesebelasan tertentu meneriakkan yel-yel kemenangan, atau gerutuan kesalahan. Mereka semua tumpah di jalan untuk menunjukkan pembelaannya terhadap kesebelasan sepak bola pujaannya. Di Kolumbia, bahkan, ada seorang pemain yang ditembak mati gara-gara ia nggak sengaja menendang bola ke gawangnya sendiri.

Gile bener, kok semua orang jadi gila bola. Memang apa yang menarik sih dari permainan yang satu ini.

Sebagai tambahan ada satu cerita menarik dari seorang teman yang sedang merantau di Mesir. Ya di negeri Piramid itu juga semua orang hobi banget sama permainan yang satu ini. Orang Mesir itu punya penyakit gatel-gatel kalau ngeliat ada lapangan yang agak luas, mereka akan terus gatel-gatel kalau belum ngeluarin bola dan menendang-nendangnya. Jadinya nggak ada lapangan yang dibiarin nganggur, semuanya dipake buat main bola. Cerita lain dari teman di Mesir ini begini:

Di Mesir, fanatisme terhadap bola bahkan bisa menjadi berkah yang menguntungkan. Dukungan terhadap al Ahli atau Zamalek -dua kesebelasan terkemuka kota Kairo- kerap terasa hikmahnya dalam aktifitas sehari-hari. Di jalan-jalan, kantor, atau di mana saja, jangan heran kalau orang Mesir tiba-tiba bertanya, “anta ahlawi wal zamalkawi”? Kamu pendukung mana, Ahli atau Zamalek?

Pada saat itulah, kita -meskipun orang asing– harus bisa menjawab sesuai dengan keinginan si penanya. Jika kita mengaku ahlawi dan kebetulan dia juga seorang ahlawi, ia akan tertawa terbahak-bahak, menepuk-nepuk punggung, atau bahkan memeluk kita. Jika ia seorang pedagang di sebuah toko, bisa jadi ia akan memberikan harga diskon kepada kita. Jika ia seorang pegawai kantor atau polisi tempat kita ada urusan, ia tak segan-segan akan membantu kita.

Sewaktu dalam perjalanan pulang dari Bukit Sinai ke Kairo pertengahan 2003 lalu, aku mampir ke kantor polisi di Mafariq Katrin, masih 400 km dari Kairo. Aku -bersama dua kawan- mengaku kehabisan uang dan minta bantuan polisi, menitipkanku ke mobil apapun, yang penting sampai ke Kairo. (Sebuah tradisi lama kala aku ABG,hehe… bepergian jauh tapi tak mau keluar duit. Sebagian orang Sunda menamai perilaku ini dengan istilah “papalidan”).

Komandan polisi menanyaiku macam-macam. Dari soal paspor, aktifitas di Mesir, tujuan perjalanan ke Sinai, hingga soal dukungan sepakbola itu. Tatapan matanya penuh curiga. “Ihna Ahlawiyyin ya Kapten”, tuturku berspekulasi. Kami semua pendukung Ahli. Raut muka sang komandan yang asalnya jengah berubah sumringah. Wawlohi?! Bigad?! Benarkah demikian?! Tanya pak komandan sembari menyalami kami erat. Seolah ketemu saudara yang lama berpisah. Beberapa stafnya ikut tersenyum dan berbicara ramah. Rupanya mereka juga pendukung al Ahli. Akhirnya, petang hingga sore itu kami bertiga jadi kawan ngobrol sang komandan, sambil menanti mobil lewat yang bersedia membawa kami secara gratisan. Teh (syay) dan aneka halawah, kue manis khas Mesir pun disuguhkan, mengisi perut kami yang keroncongan. Menjelang senja, sebuah bis wisata full AC yang dicegat oleh sang komandan, membawa kami hingga ke Kairo. Selama 5 jam perjalanan, aku tertidur lelap -bahkan mimpi indah-, berkah dukungan basa-basi terhadap al Ahli. Subhanallah.

Itu berkah dukungan terhadap kesebelasan yang sama. Sebaliknya, jika jawaban yang kita berikan tidak tepat -kesebelasan favouritnya berbeda dengan yang kita sebut, maka orang Mesir itu akan cemberut. Ia akan menunjukkan mimik muka kecewa.

Kejadian kayak gitu juga terjadi di tanah air ini. Lihat aja keseriusan Viking balad Persib, Bonek (bondo Nekad, artinya modal nekad) Persebaya, atau The Jak Mania Persija Jakarta. Mereka semua mengukur keakraban dengan sepak bola. Kalau kamu ngedukung Persib, pasti deh seluruh warga The Viking akan langsung akrab -walaupun baru ketemu.

Ada apa dengan semua ini? Kenapa semua orang gila bola?

Apakah ini gejala masyarakat modern yang sudah kehilangan kebahagiaan lalu mencari sumber kebahagiaan dari kulit bundar yang diperebutkan 22 orang di lapangan hijau?

Beberapa orang yang nggak menyenangi bola tentu merasa geli melihat permainan ini. Kenapa tidak beli bola sebanyak 22 buah lalu menendang-nendangnya sendiri? Kenapa ada banyak orang menseriusi permainan ini, baik dalam memainkannya atau dalam menontonnya? Bahkan, konon, ada banyak orang yang lebih getol bangun malam buat nonton bola ketimbang buat shalat malam; gilanya lagi ada banyak agamawan juga yang sangat-sangat menyenangi permainan yang satu ini. Agamawan ini tidak hanya menonton, namun juga pernah menjadi pemainnya atau juga ikut meramal dan memberikan dukungan fanatic pada salah satu kesebelasan sepak bola.

Apakah bola sudah mengalahkan seruan Tuhan bahwa pada shalat malam ada banyak berkah? Berkah diabaikan, bola ditunggu-tunggu; apakah dalam bola ada berkah atau ada hadiah yang lebih berharga daripada sekedar berkah?

Bola memang bergerak seperti virus. Ia beredar dengan cepat dan mempengaruhi perilaku seseorang. Bola menjadi segalanya bagi pemainnya, bahkan ada beberapa pemain bola yang melaksanakan upacara pernikahannya di lapangan bola, atau menghadiahi kado buat siapapun dengan bola. Begitupun dengan penggila bola, mereka mengaitkan semua kejadian dengan permainan timnya. Bagi penggemar bola, kekalahan dan kemenangan pada timnya lebih berpengaruh pada kehidupannya ketimbang kenaikan BBM atau TDL. Gila nggak tuh!

Sebenarnya apa sih… yang dilihat dari sepakbola?

Mari kita obrolin permainan yang satu ini: sepak bola la…la…la…

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Bola