Selasa, 10 Februari 2009

Jaipong

Erotiskah Jaipongan?

SUKRON ABDILAH

Beberapa hari ini, seniman Sunda kembali dikejutkan pernyataan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, tentang jaipongan yang gerakannya harus diperhalus kembali. Dari pernyataan ini menyiratkan beberapa kemungkinan. Gerakan jaipongan itu masuk ke dalam gerakan erotis. Sebab Ahmad Heryawan – dengan pandangan subjektif-nya – merasa bahwa gerakan-gerakan jaipongan bisa membangkitkan seksual. Kadung saja, hal ini membuat gerah beberapa seniman Sunda di Jawa Barat. Termasuk saya.

Secara pribadi saya menyukai jaipongan dan merasa bahwa gerakan-gerakannya tidak erotis. Ketika menyaksikan tari jaipongan ini, saya tidak sampai berpikir macam-macam. Setiap gerak jaipongan sangat indah untuk dinikmati sehingga tidak sampai terpikir hal-hal yang dipikirkan lelaki hidung belang. Ini bukan berarti (maaf) pak
Ahmad Heryawan hidung belang, lho. Sebab, saya percaya Gubernur Jawa Barat ini termasuk orang yang bisa menundukan hawa nafsunya. Mungkin, latar belakang pendidikan beliau, yang lulusan Timur Tengah terbiasa dengan pandangan “hitam-putih” sehingga memandang seni dari sisi fisik dan material.

Padahal, seni adalah petanda dari suatu peradaban. Begitu juga dengan tari jaipongan. Di dalamnya ada berbagai gerak yang dinamis, plural, dan estetis untuk menyadari bahwa pergaulan masyarakat Sunda itu “miindung ka waktu, mibapa ka zaman” atau sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam bahasa lain, orang Sunda itu harus dinamis, pluralis, dan menghargai perbedaan. Satu hal yang membuat saya sedikit kecewa dengan pernyataan bahwa jaipongan harus diperhalus lagi gerakannya. Ada semacam intervensi kekuasaan atas kreativitas seni di suatu daerah. Ideologi yang dianut – meminjam Foucault – cenderung mendapatkan kekuatan ketika sebuah kekuasaan diduduki oleh sang penganut ideologi tersebut. Akibatnya, kebebasan berekspresi dalam hal ini, seni tari jaipongan eksistensi keasliannya terancam.

Saya sedikit memberikan saran saja kepada Gubernur Jawa Barat yang bukan berlatar belakang penikmat kesenian. Silahkan bentuk tim yang menciptakan genre baru di dalam jaipongan. Kelincahan para penari jaipongan bukan sebuah cela atau dosa. Seni berkaiatan dengan keindahan. Jadi, saya secara pribadi menganggap jaipongan sah-sah saja, tidak pornografis, apalagi erotis. Ketimbang bermain ke club untuk berdugem ria, lebih baik kita menggelar acara “tayuban”, jaipongan, dan pergelaran seni lainnya. Itu lebih menjaga jati diri kaum muda, kang. Bahkan, bisa menyelamatkan generasi muda dari ancaman narkotika dan obat terlarang. Selain itu, sebagai warga Sunda, jaipongan akan menjadi identitas lokal dan cita rasa khas beraroma Sunda itu bisa disaksikan ketika jaipongan tidak diusik-usik dengan dalih erotis dan pornografis.

Untuk para seniman Jawa Barat juga jangan lantas kebakaran jenggot. Ini tantangan baru untuk menciptakan gerak jaipongan yang sesuai dengan selera masyarakat. Mungkin, banyak masyarakat yang tidak mengapresiasi seni gerak ini dikarenakan alasan yang sama dengan Bapak Gubernur. Ingat, bahwa seni itu terus berkembang dan menciptakan kembali bentuknya yang baru. Dinamis, plural, dan fleksibel; seperti halnya gerak jaipongan yang dimanis itu. Mari kita cari jalan keluarnya bersama-sama.

Kita lihat aliran musik yang jumlahnya ratusan sehingga sampai sekarang, musik masih menempatkan diri di puncak seni yang banyak dinikmati banyak orang. Itu karena musik tidak berhenti berkreasi. Mungkin, pernyataaan Ahmad Heryawan adalah tantangan bagi seniman di Jawa Barat untuk kembali berkreasi menciptakan jaipongan seperti halnya yang dilakukan maestro tari tradisional Gugun Gumbira.

Begitu saja unek-unek dari saya. Seorang warga Sunda yang tidak ingin melihat jaipongan mati dalam hal ragam gerakannya yang indah. Saya tidak tahu teori tentang jaipongan, tetapi ketika menyaksikan jaipongan yang di setiap daerah berbeda-beda, terhanyut untuk ngibing bersama mereka. Tetapi, karena saya hanya duduk di bangku penonton, akhirnya pundak, tangan, dan kaki bergerak-gerak sendiri. Bahkan, hanya di dalam hati saja saya melakukan gerakan yang sama dengan si penari. Walah...mungkin pak Heryawan juga menari dan menginginkan gerakan yang sesuai dengan seleranya. Kalau begitu, mari kita ciptakan aliran baru dalam jaipongan. Sekadar informasi saja.

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Jaipong