Kamis, 16 Juli 2009

Anak

Ajari Anak Senang Membaca Yang Positif
Oleh ALI NUR

Sunan Gunung Djati-Setiap malam, terutama setelah dinner saya selalu bertanya kepada anak saya tentang pelajaran yang dia terima dari gurunya di sekolah.

Kemarin, dengan bangga anak saya bercerita tentang pelajaran mendongeng dan bernyanyi yang sangat dia sukai di sekolah. Ketika saya tanya lagu dan dongeng apa yang sangat disukainya?

Tanpa ragu anak saya menjawab bahwa dongeng dan lagu yang disukainya adalah tentang si Kancil. Kemudian dengan lantangnya dia menyanyikan syair lagu yang terkenal itu.

Si Kancil Anak Nakal, Suka Mencuri Ketimun

Ayo Lekas Dikejar, Jangan diberi Ampun

Rupanya dari dulu sampai sekarang lagu dan cerita si Kancil masih saja menjadi favorit para guru di Indonesia untuk mengajarkannya kepada anak-anak.

Tak heran kalau ditanyakan kepada anak-anak Indonesia, mereka pasti tahu dan hapal lyric lagu karangan Ibu Sud tersebut.

Saya tidak tahu apakah lagu dan dongeng tentang si Kancil ini juga dikenal oleh anak-anak Melayu di Singapore atau Malaysia?

Anak-anak begitu bergembira ketika mendengar dongeng si Kancil yang bisa memperdaya petani dengan mencuri buah-buahan yang ada di kebun tanpa ketahuan oleh pemiliknya.

Sosok si Kancil dalam dongeng selalu dikisahkan sebagai binatang yang cerdik tetapi nakal dan licik yang selalu membuat petani marah karena sering dirugikan.

Sekilas, tidak ada yang aneh dan luar biasa dalam syair lagu dan dongeng si Kancil itu. Apalagi hanya diperdengarkan untuk menghibur anak-anak.

Tetapi kalau disimak dan ditelaah dengan serius, timbul keprihatinan dan pertanyaan yang cukup mengganggu dalam benak dan pikiran saya.

Karena dongeng dan lagu itu diajarkan kepada anak-anak, bukan mustahil secara tidak sadar lagu itu direkam di bawah sadar anak-anak Indonesia dan dicontoh untuk dipraktekan ketika dia tumbuh menjadi dewasa.

Kalau diperhatikan syair lagu popular diatas sahaja, paling tidak ada dua prilaku negative si Kancil yang berbahaya jika ditiru oleh anak ketika dewasa. Pertama, kelakuan nakal suka mencuri milik orang lain dan kedua sikap tidak mau memberi ampun (maaf) kepada orang yang pernah berbuat salah.

Jangan-jangan sikap selalu merasa diri paling benar, tidak toleran dan tidak mau memaafkan orang lain yang sering terjadi pada kelompok masyarakat tertentu sedikit banyak dipengaruhi oleh cerita-cerita dongeng negative yang diterima oleh anak-anak ketika kecil?

Bukankah sudah menjadi kebiasaan turun temurun orang tua sering mendongeng kepada anaknya ketika anak menjelang tidur (bed time story). Artinya, sebagai orang tua kita perlu berhati-hati dan selektif dalam memilih dongeng yang akan diceritakan kepada anak-anak menjelang tidur.

Rupanya kekhawatiran dan keprihatinan saya tentang pengaruh negative dongeng ketika anak-anak terhadap prilaku anak ketika dewasa sekarang mulai diperhatikan oleh para pendidik dan pendongeng.

Memangnya dongeng yang dilakukan orang tua sebelum anaknya tidur ataupun yang diajarkan guru di sekolah mempunyai banyak manfaat.

Selain berguna sebagai sarana menumbuhkan minat dan budaya senang membaca pada anak-anak, dongeng juga merupakan sarana efektif untuk menumbuhkan nilai kejujuran, keberanian dan nilai-nilai moral positif lainnya.

Sikap siap untuk menang dan siap kalah dan prilaku sportif tentunya bisa ditanamkan sejak anak-anak melalui dongeng. Jangan-jangan banyaknya para pemimpin yang tidak siap kalah dalam pilihan raya yang baru saja dilaksanakan di Indonesia, juga dipengaruhi oleh pengalaman dongeng negative yang diterimanya waktu kecil?

Sadar akan pentingnya dan perlunya terus membudayakan dongeng positif dan memotivasi minat membaca anak-anak, ada beberapa komunitas di Indonesia yang aktif mensosialisasikan kegiatan mendongeng ini.

Di Magelang Jawa Tengah misalkan, ada komunitas yang bernama Gandok Seni Pondok Tingal. Komunitas yang berada dekat candi Borobudur ini satu minggu sekali menyelenggarakan kegiatan mendongeng masal. Ratusan anak-anak di daerah itu dengan senang hati berbondong-bondong mengunjungi komunitas ini.

Karena tujuannya untuk menanamkan nilai-nilai posotif pada anak-anak, dongeng yang diperdengarkan adalah cerita tentang bagaimana menyayangi binatang, memelihara alam sekitaran, menghormati orang tua, menyayangi teman dan cerita dunia anak lainnya yang penuh dengan nilai-nilai moral.

Karena ditekankan hanya dongeng-dongeng yang mendidik yang diperdengarkan dalam komunitas itu, Ninik pengelola komunitas itu mengatakan: “ Yang jelas tidak boleh bercerita Kancil Mencuri Timun karena anak-anak tidak boleh diajari mencuri.”

Berbeda dengan di Magelang, seorang ibu di Bandung berinisiatif membentuk sebuah komunitas dengan nama Reading Bug.

Komunitas ini bertujuan untuk membantu anak menjadi senang membaca karena membaca merupakan salah satu kunci sukses anak di masa depan.

Roosie Setiawan, tokoh utama komunitas ini mengatakan bahwa kelompoknya ingin menularkan virus senang membaca kepada anak-anak dengan cara orang tua membacakan cerita di depan anak dengan suara keras.

Ide komunitas ini diilhami dari buku yang dikarang oleh Paul Jennings The Reading Bugs and How You Can Help Your Child to Catch It!) dan The Read-Aloud Handbook karya Jim Trelease.

Dua buku diatas berisi tentang perlunya orang tua menularkan minat membaca kepada anak-anak dan langkah-langkah praktis bagaimana bercerita yang baik. Kegiatan read aloud (membaca dengan suara keras) selain mentransfer cerita yang ada di buku kepada anak, juga secara tidak langsung merangsang anak untuk senang membaca. Hubungan cinta antara anak dan orang tua juga akan tercipta dengan kegiatan membaca seperti ini.

Kedua buku diatas mengilhami komunitas Reading Bug di Indonesia untuk berkempen agar para orang tua di Indonesia menyisihkan waktu minimal 20 minit setiap hari untuk membacakan cerita di depan anak-anak agar mereka senang membaca.

Meskipun komunitas ini belum lama berdiri, mereka aktif mengadakan training dan workshop untuk guru dan orang tua untuk berkampen tentang manfaat dan pentingnya bercerita dan membaca buku di depan anak.

Komunitas ini juga berusaha membagikan lebih dari 1000 buku karya Jim Trealese yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia bagi 1000 sekolah Taman Kanak-kanak di Indonesia. Tentunya ini bertujuan agar para guru bisa mentransfer cerita-cerita positif dan mengikuti petunjuk praktis yang ada dalam buku itu.

Nampaknya usaha dua komunitas, baik itu yang ada di Magelang maupun di Bandung perlu didukung oleh masyarakat dan pemerintah.

Masyarakat perlu mendukung kedua komunitas tersebut dan sadar akan pentingnya bercerita kepada anak-anak untuk menumbuhkan nilai-nilai moral sejak usia dini kepada anak-anak. Usaha yang dilakukan oleh dua komunitas itu perlu dicontoh oleh masyarakat di daerah lain.

Pemerintah juga perlu mendukung kampen dua komunitas ini. Selain bisa membantu lewat pemberian dukungan financial bagi dua komunitas ini, pemerintah bisa juga mengintruksikan para guru taman kanak-kanak dan guru sekolah dasar untuk ikut membantu kampen yang dilakukan oleh dua komunitas tersebut.

Jika inisiatif dua komunitas tersebut bisa menular keseluruh daerah di Indonesia, saya optimis bahwa anak-anak Indonesia akan tumbuh lebih baik dan memegang nilai-nilai moral yang berguna ketika mereka dewasa.

Mereka tidak hanya mengenal cerita si Kancil anak nakal yang begitu melekat pada pikiran anak-anak Indonesia saat ini. Lambat laun cerita yang kurang mendidik ini akan diganti oleh cerita kejujuran, sportifitas, siap kalah dan siap menang.

Mudah-mudahan dengan kampen dua komunitas di atas yang didukung oleh masyarakat dan pemerintah akan memunculkan generasi Indonesia yang senang membaca. Semoga membaca sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan dan informasi terus meningkat di Indonesia, karena erdasarkan data Badan Pusat Statistik, baru 23,5 peratus sahaja orang Indonesia yang menjadikan membaca sebagai cara mendapatkan informasi. Jumlah ini kalah jauh dibandingkan mereka yang menonton televisi (85,9 peratus) dan mendengarkan radio (40,3 peratus).

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Anak