Sabtu, 26 Januari 2008

Nabi

Suntikan ”Imunisasi” Komunikasi Kenabian
Oleh Badru Tamam Mifka

Judul : Komunikasi Profetik;
Konsep dan Pendekatan
Penulis : Iswandi Syahputra
Penerbit : Simbiosa Rekatama Media
Tahun Terbit : Pertama, Oktober 2007
Tebal : xx + 235 halaman

Masih belum mantapnya wacana etika dan pendekatan filsafat
dalam pengembangan ilmu komunikasi dewasa ini membuat studi komunikasi mencemaskan kian mewabahnya “epidemi” dehumanisasi media
dalam perkembangan ilmu komunikasi. Siapa berani beri solusi?

Sejak era retorika Yunani Kuno hingga era komunikasi berbasis teknologi mikro-elektromagnetik, pertumbuhan keilmuan komunikasi terus mengundang takjub dan decak kagum. Ti bahari tug ka kiwari, masyarakat terus dimanjakan pelbagai prestasi kemajuan di ranah teknologi komunikasi. Tetapi kemudian, teknologi komunikasi modern harus menerima reaksi keras dari banyak orang yang memunculkan analisa diskursus neokolonialisme industri media atas fenomena praktik media yang dianggap menjurus pada dehumanisasi.

Dalam sejumlah penelitian tentang sosiologi media misalnya, betapa praktik komunikasi massa lewat “si kotak ajaib” (miracle box) benama televisi sangat berpengaruh pada degradasi kualitas manusia. Tayangan sadisme, seks, program mistik yang berlebihan, serta iklan-iklan dan sinetron yang tidak mendidik diracik sedemikian rupa menjadi semacam candu bagi masyarakat. Tentu saja, gertak “kill your TV” penyair Afrizal Malna tak serta-merta membuat “abad televisi” di Indonesia yang telah hadir dalam bentuk gigantik menjadi tiba-tiba kehilangan penggemar.

Televisi tetap jadi primadona, tapi disaat yang sama politik-bisnis di balik media terus memunculkan tayangan-tayangan canggih tanpa pertimbangan baik dan buruknya bagi masyarakat. Fenomena itu telah menggambarkan betapa industri media begitu ambisius mengabdi pasar pengiklan, tanpa peduli pada pesan nilai-nilai profetik humanisasi, liberasi dan transendensi yang sejatinya dipegang taguh media untuk perkembangan industri media yang lebih bernilai positif dan etis.

Dalam konteks inilah, Iswandi Syahputra—seorang mantan praktisi media—mengolah permenungan dan pengalamannya dan berupaya mengajukan gagasan baru tentang konsep dan pendekatan komunikasi yang memanusiakan manusia (humanisasi), membebaskan (liberasi) dan selalu berorientasi pada Tuhan (transendensi). Inilah suatu kajian baru tentang komunikasi profetik, komunikasi kenabian yang memberi porsi penting pada nilai dan etika. Dalam hal ini, profetik merupakan kesadaran sosiologis para nabi dalam sejarah untuk mengangkat derajat kemanusiaan dan membawa manusia beriman pada Allah.

Komunikasi profetik yang diajukan dalam buku ini memang merupakan istilah baru dalam khazanah ilmu komunikasi. Istilah ini buah dari pengembangan dari konsep Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang pernah keluar dari gagasan Kuntowijoyo, seorang ilmuwan Islam yang terinspirasi juga oleh spirit Prophetic Reality yang diusung Muhammad Iqbal dan Roger Geraudy. Dengan menyebut ilmu-ilmu profetik (seperti halnya komunikasi profetik), kita hanya mendapatkan substansinya, bukan bentuk. Ilmu profetik menemukan bentuknya dalam wujud ilmu integralistik yang menyatukan wahyu Tuhan dan akal pikiran manusia (Kuntowijoyo, 2005 : 103).

Dalam hal inilah, komunikasi profetik diajukan dalam kerangka baru praktik ilmu komunikasi Islam yang memadukan konsepnya dengan kajian ilmu komunikasi yang sudah berkembang sebelumnya. Ini bisa dibilang sebuah upaya “suntikan imunisasi” bagi perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini, semacam menerapkan prinsip-prinsip kaidah komunikasi kenabian terhadap dinamisnya ilmu komunikasi yang berperan penting dalam kancah akselerasi perubahan sosial. Lebih jauh, hal itu dapat menempatkan pengguna komunikasi, konsumen dan media komunikasinya jadi memiliki ”imunitas” pertimbangan etis dalam pelbagai praktik berkomunikasi.

Di dalam buku ini, dipaparkan juga perkembangan ilmu komunikasi dalam perspektif historis dengan menggunakan pelbagai pendekatan, termasuk sejarah perkembangan komunikasi di Indonesia; relasi antara ilmu, agama dan media; pengertian keilmuan teoantroposentris sebagai metode keilmuan, dan membincangkan teori kritis dalam konteks industri televisi; konseptualisasi komunikasi profetik; public sphere dan komunkasi profetik; serta dakwah dalam wacana.

Kehadiran buku ini diharapkan dapat membuktikan kontribusi penting perspektif Islam dalam perkembangan ilmu komunikasi, dan sejauhmana Islam lewat pelbagai praktik kenabian memberi solusi pada problematika perkembangan “akhlak” dunia komunikasi media dewasa ini. Gagasan baru dalam buku ini patut disambut gembira, tanpa lupa untuk tetap dikritisi, bahkan diperdebatkan ulang. []

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Nabi