Senin, 18 Februari 2008

Dakwah

Dakwah Harus Memikat
Oleh AHMAD SAHIDIN

Seorang sufi bernama Jalaluddin Rumi bercerita. Dahulu ada seorang muadzin bersuara jelek di sebuah negeri kafir. Ia memanggil orang untuk shalat.

“Janganlah kamu memanggil orang untuk shalat. Kita tinggal di negeri yang mayoritas bukan beragama Islam. Kami khawatir suaramu menyebabkan terjadinya pertengkaran antara kita dengan orang-orang kafir,” ujar seseorang menasehati.

Tapi muadzin itu tak menghiraukannya. Hingga tiba pada suatu waktu, seorang kafir datang ke masjid. Dia membawa jubah, lilin, dan manis-manisan. Orang kafir itu mendatangi jamaah kaum muslimin dan bertanya, “Katakan kepadaku di mana sang muadzin itu? Tunjukan padaku muadzin yang suara dan teriakannya selalu menambah kebahagiaanku?”

“Kebahagiaan apa yang kau peroleh dari muadzin itu?” tanya seorang muslim. Orang kafir itu pun bercerita, “Suara muadzin itu menembus ke gereja, tempat kami tinggal. Aku mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik dan berakhlak mulia. Ia berkeinginan sekali untuk menikahi seorang mukmin sejati. Ia mempelajari Islam dan tampaknya tertarik masuk Islam. Melihat itu aku tersiksa, gelisah, dan terus menerus risau memikirkan anak gadisku. Aku khawatir ia masuk Islam. Sampai satu saat anakku itu mendengar suara adzan. Ia bertanya, suara apa yang tak enak ini? Suara ini mengganggu telingaku.

Kemudian saudara perempuannya menjawab, ‘suara itu namanya adzan, panggilan untuk beribadat bagi orang-orang Islam. Adzan adalah ucapan utama dari seorang yang beriman.’

‘Bapak, apakah betul suara yang jelek itu adalah suara untuk memanggil orang sembahyang?’ tanya anakku. Aku pun meyakinkan bahwa betul suara itu adalah suara adzan. Wajahnya berubah pucat pasi. Begitu aku menyaksikan perubahan itu, aku merasa dilepaskan dari kecemasan yang menghimpitku. Tadi malam aku tidur nyenyak. Betapa besar rasa terima kasihku padanya. Bawalah aku kepada muadzin itu. Aku akan memberikan seluruh hadiah ini,” ungkapnya.

Orang kafir itu bertemu dengan muadzin dan berkata, “Terimalah hadiah ini karena kau telah menjadi juru selamatku. Berkat kebaikan yang telah kau lakukan, kini aku terlepas dari penderitaan. Sekiranya aku memiliki kekayaan dan harta yang banyak, akan kuisi mulutmu dengan emas.”

Masih adakah cerita di atas pada masa sekarang? Saya jawab tak tahu. Mungkin ada jika dilihat pada esensi cerita tersebut. Esensi cerita di atas merupakan fakta bahwa dakwah Islam harusnya yang mengundang orang masuk pada Islam secara tulus. Bukan dakwah yang menjauhkan orang pada Islam. Ini yang saya kira disampaikan Jalaluddin Rumi, sufi asal Persia yang banyak melahirkan puisi bernuansa religi, dalam cerita di atas.

Dakwah memang persoalan yang kerapkali menjadi pembicaraan yang tak habis. Karena dakwah memang diperintahkan hampir dalam setiap agama yang ada di dunia ini. Sebab dakwah adalah upaya memperbanyak pengikut, sekaligus menunjukkan bahwa agama tersebut berguna bagi penganutnya.

Dakwah yang bersifat keras dan ekstrim biasanya menjadikan citra agama jadi rusak dan dianggap tak membawa kedamaian di masyarakat. Kita juga tahu bagaimana sepak terjang beberapa harakah dan ormas (organisasi masyarakat) Islam di Indonesia yang langsung oleh Barat dicap teroris dan fundamentalisme. Tak mustahil mereka yang asalnya tertarik dengan Islam, ketika melihat aksi-aksi serampangan, pasti mempertimbangkan kembali.
Itulah salah satu masalah dalam dakwah. Tak jarang dakwah menjadi masalah di masyarakat. Banyak kasus terjadi di Indonesia, agama-agama minoritas dihantam habis oleh penganut agama mayoritas. Tidak hanya itu, bahkan aliran atau sekte dalam agama mayoritas pun tak jarang kena hantaman, ketika pahamnya itu berbeda dan berlainan dengan aliran yang dianut mayoritas.

Biasanya, pencekalan dan pembabatan itu terjadi setelah disulut oleh mereka yang menamakan lembaga resmi tak ingin dapat saingan dan kompetitor dalam memasarkan ajaran-ajarannya. Label sesat, kafir, murtad, syirik pun pasti dilekatkan oleh mereka; sehingga masyarakat yang tak paham pun ikut meneriakinya.

Ini memang fenomena yang harusnya membuat kita semakin arif. Sebab bencana kemanusiaan dan pemberangusan hak-hak asasi manusia yang muncul setelah itu. Mereka dicekal dan diasingkan, bahkan ditutup akses kehidupannya.

Saya kira fenomena seperti yang disebutkan tadi tak boleh terulang lagi. Negeri ini bukan milik segelintir orang dan juga bukan milik salah satu ormas atau partai politik. Mari jajakan agama yang bisa menyelamatkan dan membawa kebahagian umat manusia ini dengan cara yang santun dan menarik semua umat manusia di dunia ini. Mari kita mulai dari saat ini.

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Dakwah