Kamis, 26 Februari 2009

Sesat

Sunan Gunung Djati–Kali pertama tulisan yang pernah dimuat sunangunungdjati mendapat tanggapan kritis dari pembaca. Hal ini terjadi pada karya Radea Juli A Hambali tentang Agama yang “Benar” oleh Abdul Hadi WM dengan menulis Gejala Aliran Sesat. Berikut kritikanya:

Gejala Aliran Sesat

Pertama, gejala aliran sesat bukan gejala baru dalam sejarah agama di dunia. Sejak lama di India, Iran, Eropa, Arab, Jawa, Cina, dan lain-lain telah banyak sekali aliran sesat muncul. Misalnya aliran yang menggunakan hubungan sex sebagai bagian dari puncak ritualnya seperti Satria Piningit Weteng Buwono. Aliran-aliran seperti Tantrisme Kiri di India dan Jawa sejak abad ke-10 sampai kini menggunakan hubungan sex sebagai puncak ritual mereka, terkadang disertai upacara kurban mayat. Mazdakisme di Iran abad ke-3 M mengharamkan perkawinan sebagai kontrak sosial dan membolehkan pengikutnya gonta-ganti pasangan. Di Amerika sekarang banyak berkembang aliran, dan ada yang memakai baju Kristen atau Yahudi. Antara lain Children of God yang ganti nama menjadi Faith International. Aliran lain ialah Thelema, Babalon, dan lain-lain. Di pula Jawa ritual suami istri bertelanjang bulat mengelilingi rumah pada tengah malam untuk mendapat rezeki, pernah ditemui di Sragen dan Yogya. Praktek seperti itu bisa memakai baju Kristen, Hindu, Buddha, dan Islam. Untuk mendapat legitimasi.

Kedua, globalisasi bukan soal baru bagi bangsa Indonesia. Pelajarilah sejarah. Karena kita lupa bahwa sejarah telah memberikan bukti yang banyak dalam kehidupan beragama yang nyeleneh sejak dahulu kala, maka kita mudah sekali menganggap fenomena ini dan itu baru. Begitu juga dengan globalisasi. Dalam sejarah Nusantara ada tiga tahapan globalisasi yang telah dilalui. Pertama, pada abad ke-4 - 12 M, saat penyebaran agama Hindu Buddha yang diantar dengan ramainya kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional yang dikuasai orang Hindu dari India. Kedua, abad ke-13 - 17 M saat penyebaran agama Islam dan Kristen/Katholik di Asia Tenggara, yang juga didahului oleh kegiatan -perdagangan dan pelayaran internasional yang dikuasai oleh orang Arab, Turki, Persia, Muslim India, Portugis dan Spanyol. Katholik tampil sebagai pemenang di Filipina, Islam di Indonesia, Malaysia dan Brunei. Buddhisme bertahan di Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos dan Vietnam. Hindu hanya bertahan di pulau Bali. Globalisasi yang ketiga, dimulai dengan munculnya kolonialisme Barat (Belanda, Inggeris, Perancis) di Asia Tenggara. Puncaknya pada abad ke-20 dengan derasnya proses Amerikanisasi yang ditopang oleh ekspansi kapitalisme dan pasar bebas.

Kekerasan? Apakah hanya monopoli organisasi seperti FPI dan FBR? Lihat Tragedi DPRD Sumut atau Medan, siapa pelakunya? Lihat kerusuhan pertandingan Sepak Bola. Lihat konflik Ambon, yag memulai kan preman-preman Kristen? Apa anda tahu betapa garangnya kelompok Pemuda Hindu Bali di Nusa Dua? Siapa pelaku pembantaian orang Madura di Kalim,antan Tengah? Apa orang Islam? Saya harap anda berhati-hati bicara? Siapa yang menyuruh agar sekte Hari Kiamat (Kristen) dihabisi? Siapa yang meminta aliran Hare Rama Krisna (Hindu) dilarang dan pengikutnya, yang kebanyakan keturunan India, dipukuli di pulau Bali? Tolonglah fair dan adil jika bicara. Jangan hanya mengalamatkan hal seperti itu pada kelompok-kelompok tertentu. Berbahaya.

Ini tidak berarti kita membenarkan tindakan kekerasan. Tetapi kemiskinan, kebodohan, dan perlakuan tidak adil (termasuk dalam pemberitaan di mass media) juga sering menjadi pemicu kekerasan.

Berita dan tulisan yang menyakiti juga kekerasan. Begitu halnya kritik yang menyesatkan dan mengandung fitnah, setali tiga uang adalah juga kekerasan. Dan ini sering dilakukan sekelompok cendekiawan dan pejuang hak azasi manusia serta kebebasan berekpresi.

Sebagai tambahan atas tanggapan saya terdahulu terhadap pernyataan Anda, saya kirim dua artikel yang mungkin dapat membantu Anda memahami sumber atau akar berbagai aliran yang dianggap sesat seperti Satria Piningit Weteng Bawana. Yang pertama, uraian ringkas tentang Tantrisme Bhirawa. Ini adalah bentuk Tantrisme Kiri yang pernah dipraktekkan antara lain oleh Adityawarman, penguasa Majapahit di Sumatra pada pertengahan abad ke-14 M. Patungnya dapat anda lihat berupa Bhirawa yang berdiri di atas tumpukan tengkorak di Museum Jakarta. Ritual sanggama bersama masih dipraktekkan sampai kini di banyak tempat di India, dan mungkin juga di Jawa. Yang kedua, tentang aliran keagamaan yang muncul dari tradisi Yudea-Kristen bernama Babalon. Juga ada adegan seks dalam ritualnya. Kini masih dipraktekkan di Amerika Serikat. Tentu masih banyak lagi agama yang memuja setan dan tuyul dipraktekkan orang di berbagai belahan dunia. Jika aliran semacam itu dibiarkan dengan alasan “kebebasan beragama” yang melampaui batas, bagaimana jadinya masyarakat kita? Mengapa orang yang memperjuangkan kebebasan beragama tidak mencegah pelarangan aliran Hare Rama Krisna, Sekte Kristen Hari Kiamat, Yehova, dan lain-lain? Mengapa hanya MUI yang menjadi sasaran tembak?

Jika pertanyaan-pertanyaan saya ini belum anda jawab, begitu pertanyaan sebelumnya, tidaklah patut anda meminta jawaban atas pertanyaan yang anda ajukan. Tetapi semoga apa yang dikemukakan anda berangkat dari ketaktahuan, bukan disebabkan motif mencari kambing hitam atas semua bentuk kekerasan yang muncul di Indonesia selama hampir satu dasawarsa ini.

Pepatah mengatakan: Bila orang ingin didengar, hendaknya dia mendengar. Silakan download kedua tulisan tsb.

Wassalam.
“Abdul Hadi WM”

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Sesat