Kamis, 05 Februari 2009

Haram

Golput & Rokok Tidak Haram Kok…
Oleh ROMEL

Siapa bilang golput dan rokok haram? Jika kita cermati kembali fatwa MUI soal golput dan rokok, nyatanya MUI tidak mengharamkan keduanya. Rupanya, banyak di antara kita salah paham karena tidak mencermati fatwa itu secara baik dan mendalam.

Jika kita cermati kembali fatwa MUI soal golput dan rokok, nyatanya MUI tidak mengharamkan keduanya. Coba kita simak kembali fatwa tersebut:

“Memilih pemimpin yang (a) beriman, (b) bertakwa, (c) jujur (siddiq), (d) terpercaya (amanah), (e) aktif dan aspiratif (tabligh), (f) mempunyai kemampuan (fathonah), dan (g) memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah WAJIB.”

MUI menegaskan: “Umat Islam dianjurkan untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mengemban tugas amar makruf nahi munkar”.

Dengan kata lain, tidak memilih pemimpin yang memenuhi kriteria tersebut hukumnya HARAM; atau memilih pemimpin yang TIDAK memenuhi kriteria tersebut hukumnya HARAM.”

Jadi, yang diharamkan itu adalah “tidak memilih pemimpin yang memenuhi syarat”. Dengan kata lain, yang diharamkan:
(a) Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat; atau
(b) Tidak memilih pemimpin yang memenuhi syarat.

Maka, jika TIDAK ADA pemimpin yang memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan MUI –beriman, bertakwa, dan seterusnya—maka umat Islam Boleh/Halal untuk tidak memilih alias golput.

MUI, dengan demikian, juga secara tersirat atau implisit: mengharamkan umat Islam memilih pemimpin non-Muslim.

Pertanyaannya kini, apakah calon pemimpin (presiden) dan para caleg sekarang sudah memenuhi kriteria tersebut? Jika ya, wajib pilih; jika tidak, haram dipilih!

Apakah SBY, Megawati, Prabowo, Wiranto, dan sebagainya serta para caleg yang kini ramai menawarkan diri untuk dipilih memenuhi syarat beriman, bertakwa, jujur, amanah, memperjuangkan kepentingan umat Islam dan lain-lainnya itu? Jika ya, wajib dipilih! Jika tidak, haram dipilih!

Tugas umat sekarang adalah mengenali lebih dalam para calon pemimpin dan para caleg itu: apakah memenuhi kriteria beriman, bertakwa, jujur, dan seterusnya itu. Kinerja sebagian para caleg itu sudah terlihat setidaknya dalam lima tahun terakhir saat mereka “bersemayam” di parlemen. Jelas, mereka yang korup dan sering bolos menghadiri sidang, tidak memenuhi kriteria dan karenanya haram dipilih berdasarkan fatwa MUI.

SOAL rokok, MUI tidak mengharamkannya kok. Yang haram itu adalah cara (kaifiyah) merokok –yakni di tempat umum; dan kalangan terbatas –anak-anak dan ibu hamil. Jadi, berdasarkan fatwa MUI itu, rokoknya itu sendiri tidak haram, hanya MAKRUH.

Betul begitu, Pak Kyai? Mudah-mudahan saya tidak salah paham lagi. Ulama adalah pewaris nabi, warotsatul ambiya. Jika umat tidak memercayai ulama, percaya pada siapa lagi? Ulama adalah orang yang paling takut kepada Allah. Innamaa yakhsyallaha min ‘ibadihil ulama-u.

Yang mencemaskan umat sekarang, banyak ulama terjun ke politik praktis dengan menjadi caleg. Ada harapan sekaligus kekhawatiran jika ulama sudah masuk “kotak” bernama parpol. Tema ini insya Allah saya tulis nanti di kolom ini. Wasalam. (Kolom Kang Romel www.warnaIslam.com).*

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Haram