Senin, 28 Januari 2008

Soeharto

Soeharto; Pudarnya Senyum Manis
Oleh Sukron Abdilah

Malam Senin ini, saya ngobrol panjang lebar dengan seorang mantan aktivis mahasiswa dan seorang pengelola Weblog komunitas blogger UIN Bandung. Setelah panjang lebar ngobrol dengan Ibn Ghifarie, pengelola Komunitas Blogger UIN Sunan Gunung Djati Bandung (27/01)

Sampai juga pada tema tentang politikus bangsa ini. Dari mulai krisis moneter, korupsi, impor kedelai, mahalnya kebutuhan pokok; tak ketinggalan pula wafatnya bpk Soeharto.

Berbicara tentang mantan Presiden RI ke-2 ini, ada yang unik dan khas dalam pribadi beliau. Seperti yang selama ini dilekatkan kepadanya, yaitu: senyum khas Soeharto, sehingga ia dijuluki sebagai Jendral murah senyum (The Smiling General). Setelah dirawat selama 23 hari di Rumah Sakit Pertamina Pusat (RSPP), akhirnya beliau tutup usia (1921-2008) dengan tenang menghadap ilahi rabbi. Selaku rakyat biasa, saya beserta komunitas Blogger UIN Bandung turut berbelasungkawa. Ternyata, bangsa Indonesia telah ditinggalkan oleh Pak Harto beserta senyum manis di bibirnya, yang banyak dianggap oleh lawan politiknya sebagai senyum manis membawa luka.

Lantas, bagaimana dengan kasus yang ditimpakan kepada beliau. Apakah seiring tutup usia, maka kasus yang menimpanya itu harus dilupakan?

"Tetap upaya pengadilan terhadap konco-konconya mesti terus diperjuangkan dan digalakan, bukan berarti ketika pak Suharto wafat, perang atas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme juga harus wafat. Apalagi, melihat kondisi sekarang, bangsa tengah ditampar oleh bangsa lain dengan masuknya kedelai impor dari luar negeri. Alhasil, rakyat kembali merasa terbebani hidupnya", ujar Ibn Ghifarie, mantan aktivis yang dulu begitu akrab dengan dunia pergerakan itu.

Bagaimana kalau upaya pengadilan itu terlupakan kembali? Apakah kita akan terus berjuang, sementara itu banyak para pemimpin sekarang yang korupsi secara terang-terangan. Mungkin pribahasa modern sbb: "lamun zaman orla korupsi dina handapeun meja. Zaman orba dina meja; pasca orba dina luhureun meja; ayeuna jeung meja-mejana" (Kalau zaman ORLA Korupsi dilakukan sembunyi-sembunyi dibawah meja. Zaman ORBA dilakukan masih di meja. Nah, kalau zaman Pasca ORBA korupsi dilakukan di atas meja. Sekarang, dikorupsi dengan meja-mejanya); berlaku di bumi pertiwi ini.

Ketika ada selentingan kabar untuk menetapkan 7 hari belasungkawa, atau tujuh hari tahlilan di jalan Cendana atau di dekat Istana Giri bangun; alangkah baiknya jika biaya tahlilan pak Harto dikasihkan kepada rakyat. Cukup barangkali memberikan makan bagi ratusan juta warga miskin, yang sekarang jarang tersenyum. Atau selama 7 hari keluarga cendana harus mengembalikan aset negara untuk kemaslahatan rakyat.

Ya, sebetulnya ada keterkaitan yang sangat logis antara hilangnya senyum manis Suharto yang saat ini telah tenang berada disisi-Nya dengan jarangnya rakyat pasca ORBA tersenyum manis. Betapa tidak, ketika dulu semasa beliau memimpin, bangsa ini terlihat sejahtera. Bahkan, kampung saya juga dialiri listrik pada tahun 1980 akhir. Semasa beliau masih berkuasa. Dalam bahasa lain, senyum Suharto ketika masih hidup sampai terasa oleh rakyat. Sementara itu, karena Presiden sekarang jarang terlihat tersenyum, boleh jadi bangsanya juga banyak yang jarang tersenyum akibat kondisi sosial-ekonomi yang degradatif. Ujar teman seperjuangan di komunitas Blogger UIN.

Nah, tanpa mengurangi rasa belasungkawa saya, alangkah baiknya jika 7 hari masa berkabung atas wafatnya Suharto dijadikan waktu untuk menggenjot program ketahanan pangan. Karena ketika kebutuhan pangan untuk bangsa ini murah-meriah, boleh jadi senyum manis Suharto akan kembali dirasakan rakyatnya. Bukan ketegangan, ketimpangan, kemelaratan, dan kemiskinan yang dirasakan bangsa ini.

Akhirul kalam, kami segenap blogger UIN SGD Bandung mengucapkan belasungkawa atas wafatnya sanga legendaris pemilik senyum khas dan penikmat olahraga Golf ini, almarhum Suharto. Semoga amal-ibadahnya selama memimpin diterima di sisi Allah SWT.Dan, semoga saja juga keluarga beserta kerabat dekatnya selama beliau berkuasa mau dan sudi menginvestasikan kekayaan buat mengobati agar rakyat dapat tersenyum manis kembali. seperti senyum manis pak Harto ketika ia masih hidup. Amiiin

 

© 2007 SUNANGUNUNGDJATI: Soeharto